Udara di kafe itu beraroma kopi robusta dan ambisi digital. Di sudut ruangan, Arina, dengan rambut ikal yang selalu lolos dari ikatannya, mengetik baris demi baris kode di laptopnya. Matanya terpaku pada layar, sesekali mengerutkan kening, lalu tersenyum puas saat sebuah fungsi berjalan sesuai harapan. Arina adalah seorang data scientist muda yang sedang membangun algoritma pencari jodoh yang lebih akurat dari aplikasi-aplikasi generik yang bertebaran di internet. Proyek pribadinya ini, yang ia namai "Aksara Cinta," adalah obsesinya, mimpinya untuk membuktikan bahwa cinta, yang seringkali dianggap irasional, bisa didekati dengan logika dan data.
Di meja seberang, seorang pria dengan jaket kulit dan senyum karismatik sedang mengamatinya. Namanya Damar, seorang ethical hacker yang memiliki reputasi sebagai penakluk sistem teraman sekalipun. Pertemuannya dengan Arina di konferensi teknologi sebulan lalu meninggalkan kesan mendalam. Ia terpesona dengan kecerdasan dan semangat Arina, dan secara diam-diam, ia mulai mencari celah, bukan pada sistem keamanan, melainkan pada hatinya.
Damar mendekat, membawa secangkir latte. "Gangguan?" tanyanya, suaranya berat namun lembut.
Arina tersentak, mendongak. "Damar? Sedang apa di sini?"
"Kebetulan lewat," jawab Damar, menyembunyikan senyumnya. "Kelihatannya serius sekali. Sedang memecahkan kode rahasia negara?"
Arina tertawa kecil. "Lebih kurang begitu. Sedang berusaha membuat algoritma yang bisa menemukan cinta sejati."
Damar mengangkat alisnya. "Cinta sejati? Dengan algoritma? Kedengarannya... kontradiktif."
"Mungkin," kata Arina, menggaruk kepalanya. "Tapi aku percaya bahwa ada pola di balik semua ketidakpastian cinta. Data preferensi, riwayat interaksi, bahkan ekspresi wajah bisa dianalisis untuk menemukan kecocokan yang lebih baik."
"Dan kamu pikir kamu bisa menemukan cinta sejati dengan itu?" tantang Damar, matanya menantang.
"Aku harap begitu," jawab Arina, dengan nada yang lebih serius. "Aku hanya ingin mengurangi patah hati di dunia ini. Bukankah itu tujuan yang mulia?"
Damar mengangguk. "Tujuan yang sangat mulia. Tapi, apa kamu yakin algoritma bisa memprediksi hal-hal seperti chemistry, intuisi, bahkan... keajaiban?"
"Aku tidak tahu," jawab Arina jujur. "Tapi aku akan mencoba. Aku akan terus mengumpulkan data, menyempurnakan algoritma, sampai aku menemukan jawabannya."
Percakapan itu berlanjut hingga sore hari. Damar, dengan pengetahuannya tentang sistem dan celah keamanan, memberikan masukan yang berharga kepada Arina. Ia membantu Arina untuk memikirkan aspek-aspek yang mungkin terlewatkan, seperti bias dalam data dan pentingnya variabel yang tidak terukur. Arina, di sisi lain, mengajari Damar tentang kompleksitas hubungan manusia dan bagaimana emosi seringkali mengalahkan logika.
Hari-hari berikutnya, mereka semakin dekat. Mereka bekerja bersama, berbagi ide, dan saling menantang. Damar diam-diam memasukkan kode kecil ke dalam algoritma Aksara Cinta. Kode itu bukan untuk merusak, melainkan untuk memanipulasi sedikit hasil pencarian, untuk memastikan bahwa Arina akan menemukan satu nama: Damar.
Namun, seiring berjalannya waktu, Damar mulai merasa bersalah. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan atau direkayasa. Cinta adalah pilihan, sebuah keputusan yang diambil secara sadar dan sukarela. Ia harus jujur kepada Arina.
Suatu malam, di kafe yang sama, Damar mengakui perbuatannya. "Arina, aku... aku harus jujur padamu. Aku memasukkan kode ke dalam Aksara Cinta. Kode itu... memastikan bahwa algoritma akan merekomendasikanku padamu."
Arina terdiam, raut wajahnya berubah dari terkejut menjadi kecewa. "Kenapa, Damar? Kenapa kamu melakukan itu?"
"Karena aku menyukaimu, Arina. Aku sangat menyukaimu. Tapi aku tahu bahwa aku tidak bisa mendapatkanmu secara jujur. Aku pikir, dengan sedikit bantuan algoritma, aku bisa meyakinkanmu."
Arina berdiri, mengambil tasnya. "Aku tidak tahu harus berkata apa, Damar. Aku... aku sangat kecewa. Aku pikir kamu berbeda."
"Arina, tunggu!" seru Damar, mencoba menghentikannya. "Aku minta maaf. Aku akan menghapus kode itu. Aku janji."
Arina menggelengkan kepalanya. "Ini bukan tentang kode, Damar. Ini tentang kejujuran. Tentang kepercayaan. Kamu mengkhianati kepercayaanku."
Arina pergi, meninggalkan Damar sendirian di kafe. Ia merasa bodoh dan bersalah. Ia telah merusak kesempatan yang mungkin saja ada. Ia telah mengorbankan cinta sejati demi algoritma palsu.
Beberapa hari kemudian, Damar menerima email dari Arina. Di dalamnya, Arina menulis bahwa ia telah memikirkan semuanya dengan matang. Ia mengakui bahwa ia juga memiliki perasaan terhadap Damar, tetapi ia tidak bisa memaafkan perbuatannya. Ia membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka dan membangun kembali kepercayaan.
Arina juga menulis bahwa ia akan melanjutkan proyek Aksara Cinta, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Ia akan fokus pada membantu orang untuk menemukan diri mereka sendiri terlebih dahulu, sebelum mencari cinta sejati. Ia percaya bahwa cinta sejati tidak ditemukan, melainkan dibangun, selangkah demi selangkah, dengan kejujuran, kepercayaan, dan rasa hormat.
Damar menghela napas panjang. Ia tahu bahwa ia harus memperbaiki kesalahannya. Ia harus membuktikan kepada Arina bahwa ia pantas mendapatkan kesempatan kedua. Ia mulai bekerja keras untuk mengembangkan program keamanan yang lebih baik, untuk melindungi data pribadi orang lain dari penyalahgunaan. Ia ingin menunjukkan kepada Arina bahwa ia bisa menggunakan keahliannya untuk kebaikan, bukan untuk manipulasi.
Beberapa bulan kemudian, Arina dan Damar bertemu kembali di konferensi teknologi. Mereka saling menyapa dengan canggung. Damar memberanikan diri untuk mendekati Arina.
"Arina," katanya, suaranya sedikit bergetar. "Aku ingin meminta maaf sekali lagi. Aku tahu kata-kata tidak cukup, tapi aku benar-benar menyesal atas apa yang kulakukan."
Arina menatapnya dengan tatapan yang sulit dibaca. "Aku tahu, Damar. Aku melihat apa yang kamu lakukan. Aku melihat bagaimana kamu berusaha memperbaiki dirimu."
"Apakah... apakah ada harapan untuk kita?" tanya Damar, dengan nada penuh harap.
Arina tersenyum tipis. "Mungkin. Tapi kali ini, tidak ada algoritma yang akan memutuskan. Kali ini, kita akan membiarkan cinta tumbuh secara alami, seperti kabut di pagi hari, perlahan dan pasti."
Kabut dalam sistem mereka, yang tadinya disebabkan oleh kebohongan dan manipulasi, perlahan mulai menghilang, digantikan oleh harapan akan cinta yang tulus dan sejati. Cinta, Algoritma, dan Kabut Dalam Sistem – sebuah kisah tentang bagaimana teknologi bisa mendekatkan, namun kejujuran dan kepercayaan adalah fondasi utama dari hubungan yang abadi.