Aplikasi "Soulmate Quantum" berkedip di layar ponsel Luna. Debat tanpa henti di forum online tentang keakuratan algoritma cinta kuantum itu masih ramai diperbincangkan. Ada yang bersumpah menemukan belahan jiwa sejati mereka, yang lain mencibir dan menyebutnya omong kosong belaka, hanya permainan angka tanpa perasaan. Luna sendiri, seorang programmer di balik algoritma rival bernama "Heartbeat Harmony", selalu bersikap skeptis.
"Algoritma tidak bisa memprediksi cinta," gumamnya, mengamati foto profil seorang pria bernama Arion yang disodorkan Soulmate Quantum. Arion, seorang fisikawan teoretis, terlihat tampan dengan senyum simpul dan mata yang seolah menyimpan misteri alam semesta. Ironis. Algoritma yang ia remehkan justru menjodohkannya dengan seseorang yang dunia kerjanya begitu jauh dari pemrograman.
Luna mengabaikan notifikasi tersebut. Ia lebih memilih fokus pada Heartbeat Harmony, algoritma miliknya yang berbasis analisis detak jantung dan pola bicara, bukan persamaan kuantum yang rumit seperti Soulmate Quantum. Ia percaya bahwa cinta itu unik, personal, dan tidak bisa direduksi menjadi angka dan persamaan.
Namun, rasa penasaran menggerogotinya. Diskusi tentang kemungkinan adanya "keterikatan kuantum" antara dua jiwa yang berpotensi menjadi belahan jiwa sejati itu, entah bagaimana, menggelitik imajinasinya. Apakah benar cinta bisa diprediksi berdasarkan teori fisika yang kompleks?
Beberapa hari kemudian, Luna mendapati dirinya secara tidak sengaja bertemu dengan Arion di sebuah konferensi teknologi. Arion sedang mempresentasikan teori terbarunya tentang kemungkinan terhubungnya kesadaran manusia melalui medan kuantum. Luna, meskipun skeptis, tertarik dengan cara Arion berbicara, penuh semangat dan keyakinan.
Setelah presentasi, Luna memberanikan diri menghampiri Arion. "Presentasi yang menarik," ujarnya, mencoba menyembunyikan gugupnya.
Arion tersenyum. "Terima kasih. Saya menduga akan ada banyak yang tidak setuju dengan teori saya, terutama dari kalangan programmer seperti Anda."
Luna mengangkat alis. "Kenapa Anda berpikir begitu?"
"Algoritma cinta seperti Soulmate Quantum, misalnya, mencoba mereduksi cinta menjadi data yang bisa diukur. Padahal, menurut saya, cinta itu lebih dari sekadar itu. Cinta itu adalah fluktuasi, ketidakpastian, dan keindahan dari hal yang tak terduga," jelas Arion.
Luna terkejut. Ia merasa seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri. "Saya setuju," jawabnya, "Saya juga seorang programmer, tapi saya percaya bahwa cinta tidak bisa diprediksi dengan sempurna."
Mereka terlibat dalam percakapan panjang, membahas tentang teknologi, filsafat, dan tentu saja, cinta. Luna terkejut menemukan kesamaan pandangan mereka, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sebuah koneksi yang sulit dijelaskan. Mungkinkah ini yang disebut keterikatan kuantum?
Beberapa minggu berlalu. Luna dan Arion sering bertemu, berdiskusi, dan tertawa bersama. Luna menyadari bahwa ia semakin tertarik pada Arion, bukan hanya karena kecerdasannya, tetapi juga karena kebaikan dan kehangatannya. Arion, di sisi lain, terpesona dengan ketegasan dan idealisme Luna.
Suatu malam, setelah menghabiskan waktu di taman kota, Arion berhenti di depan Luna. "Luna," katanya, suaranya sedikit gugup, "Saya tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi... saya merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan."
Luna menatap mata Arion. Ia melihat kejujuran dan ketulusan di sana. "Saya juga merasakan hal yang sama, Arion," jawabnya.
Arion tersenyum lega. "Saya tahu ini mungkin terdengar konyol, mengingat pekerjaan saya, tapi... saya merasa seperti alam semesta sendiri yang mempertemukan kita."
Luna tertawa. "Mungkin saja," jawabnya, "Atau mungkin, hanya kebetulan yang indah."
Hubungan mereka berkembang pesat. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling mencintai. Luna menyadari bahwa Soulmate Quantum mungkin benar tentang potensi kecocokan mereka, tetapi algoritma itu tidak bisa memprediksi bagaimana cinta mereka akan tumbuh dan berkembang. Cinta mereka adalah perpaduan antara persamaan kuantum dan ketidakpastian yang indah.
Suatu hari, Luna bertanya pada Arion, "Apakah kamu benar-benar percaya bahwa cinta kita ditakdirkan oleh alam semesta?"
Arion tersenyum. "Saya percaya bahwa alam semesta memberi kita kesempatan. Kita yang memilih untuk mengambilnya. Kita yang memilih untuk saling mencintai."
Luna memeluk Arion erat. "Mungkin kamu benar," bisiknya, "Mungkin cinta itu adalah algoritma tak pasti yang menuntun kita menuju keabadian, bukan keabadian fisik, tapi keabadian dalam kenangan dan pengaruh yang kita tinggalkan."
Mereka terus menjalani hidup bersama, menghadapi tantangan dan merayakan kebahagiaan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi mereka tahu bahwa mereka akan menghadapinya bersama, dengan cinta dan keyakinan. Algoritma cinta kuantum mungkin tidak bisa memprediksi masa depan, tetapi ia telah membawa mereka bertemu, dan itu sudah cukup. Bagi Luna dan Arion, cinta mereka adalah bukti bahwa kadang-kadang, ketidakpastian adalah kunci menuju keabadian. Cinta mereka adalah kuantum, tak terukur, dan tak terhingga.