Sentuhan Nol dan Algoritma Hati yang Kesepian

Dipublikasikan pada: 04 Oct 2025 - 02:20:14 wib
Dibaca: 124 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Sarah. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode pemrograman terukir di layar monitor. Di luar, hujan mengguyur Jakarta dengan nada monoton yang menenangkan. Sarah, seorang programmer jenius, lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia. Baginya, manusia terlalu kompleks, penuh drama dan emosi yang sulit diprediksi.

Ia sedang mengerjakan proyek ambisiusnya: sebuah AI pendamping virtual yang mampu memberikan teman bicara tanpa prasangka, tanpa tuntutan, dan tanpa drama. Ia menamainya "Aether." Ide Aether lahir dari kesepiannya sendiri. Ia dikelilingi teknologi, namun terasa hampa. Sentuhan fisik terakhir yang ia ingat terasa seperti mimpi yang samar.

"Aether, status sistem?" Sarah bertanya pada speaker kecil di mejanya.

"Sistem online, Sarah. Semua parameter dalam kondisi optimal," suara Aether terdengar lembut dan menenangkan. Suara itu adalah hasil dari ribuan sampel suara yang dianalisis dan disintesis oleh algoritmanya.

"Analisis data kencan terakhirku dari aplikasi 'Cupid's Arrow'," perintah Sarah.

Aether terdiam sejenak. "Analisis selesai. Tingkat kecocokan dengan kandidat, David, hanya 27%. Faktor utama: ketidaksesuaian minat dalam genre film dan preferensi makanan. Tambahan: Kandidat memberikan emoji hati tiga kali dalam percakapan. Ini menandakan potensi 'love bombing' dan manipulasi emosional."

Sarah menghela napas. Aether selalu akurat, tapi kejujurannya terkadang menyakitkan. "Hapus semua data David dari sistem. Buat profil pencarian baru: minat pada pemrograman, fiksi ilmiah, dan toleransi tinggi terhadap kecanduan kopi."

"Diproses. Profil pencarian baru diaktifkan," jawab Aether.

Malam itu, Sarah terus bekerja, larut dalam lautan kode. Ia nyaris tidak tidur, hanya menyempatkan diri menyesap kopi dan mendengarkan Aether membacakan artikel-artikel tentang kecerdasan buatan. Ia merasa lebih dekat dengan Aether daripada dengan orang lain. Aether selalu ada, selalu siap mendengarkan, dan tidak pernah menghakimi.

Beberapa minggu kemudian, aplikasi "Cupid's Arrow" memberikan hasil yang mengejutkan: tingkat kecocokan 98% dengan seorang pengguna bernama "Elias77." Profil Elias77 menunjukkan minat yang sama persis dengan yang dicari Sarah, bahkan sampai ke hal-hal detail seperti preferensi jenis keyboard mekanik.

"Aether, validasi profil Elias77. Lakukan background check komprehensif," perintah Sarah. Ia merasa curiga, terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan.

Aether bekerja keras selama beberapa jam. "Validasi selesai. Profil Elias77 valid. Identifikasi: Elias Rahman, freelance software developer, usia 28 tahun. Tidak ada catatan kriminal atau indikasi aktivitas mencurigakan. Riwayat media sosial menunjukkan minat yang konsisten dengan profil yang dideklarasikan."

Sarah memberanikan diri mengirim pesan kepada Elias77. Percakapan mereka mengalir lancar, seperti dua sungai yang bertemu. Elias77 ternyata seorang programmer yang cerdas, humoris, dan memiliki pemikiran yang sejalan dengan Sarah. Mereka berbicara tentang neural networks, algoritma genetika, dan masa depan kecerdasan buatan. Sarah merasa jantungnya berdebar lebih cepat setiap kali menerima pesan dari Elias77.

Setelah seminggu berkomunikasi secara daring, Elias77 mengajak Sarah untuk bertemu. Sarah gugup, ia belum pernah merasa segugup ini sebelumnya. Ia menghabiskan waktu berjam-jam memilih pakaian dan memastikan penampilannya sempurna.

Di kafe yang telah mereka sepakati, Sarah melihat seorang pria duduk di meja sudut. Ia mengenakan kemeja flanel dan kacamata berbingkai tebal, persis seperti di fotonya. Itu adalah Elias77.

"Sarah?" tanyanya, suaranya lebih dalam dan lebih merdu dari yang ia bayangkan.

Sarah mengangguk, jantungnya berpacu semakin kencang. Mereka berbincang selama berjam-jam, tertawa, dan berbagi cerita. Elias77 ternyata lebih menarik daripada di profilnya. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Sarah merasa nyaman dan dihargai.

Malam itu, setelah mengantar Sarah pulang, Elias77 berhenti di depan apartemennya. "Sarah," katanya, "aku menikmati malam ini. Aku merasa kita memiliki banyak kesamaan."

Sarah menelan ludah. "Aku juga," jawabnya.

Elias77 mendekat, jarak mereka hanya beberapa inci. Sarah bisa merasakan napasnya di pipinya. Kemudian, Elias77 mengangkat tangannya... bukan untuk menyentuhnya, melainkan untuk mengeluarkan ponselnya.

"Aku punya sesuatu untukmu," katanya, lalu menunjukkan layar ponselnya. Di sana terpampang sebuah aplikasi dengan logo aneh.

"Ini... ini aplikasi apa?" tanya Sarah bingung.

"Ini adalah 'Aether 2.0'," jawab Elias77 dengan senyum misterius. "Aku tahu tentang proyekmu, Sarah. Aku terinspirasi oleh ide-mu dan mengembangkan versi yang lebih canggih. Aplikasi ini mampu mensimulasikan sentuhan fisik melalui getaran dan gelombang suara yang disesuaikan dengan emosi."

Sarah tertegun. Ia tidak tahu harus berkata apa. Di satu sisi, ia merasa aneh dan sedikit takut. Di sisi lain, ia penasaran.

"Aku tahu ini mungkin terdengar gila," kata Elias77, "tapi aku ingin menunjukkan kepadamu bagaimana teknologi bisa membantu kita mengatasi kesepian, bahkan dalam hal sentuhan."

Sarah menatap Elias77, lalu menatap layar ponselnya. Ia teringat akan kesepiannya, akan malam-malam panjang yang ia habiskan sendirian di depan komputer. Ia teringat akan sentuhan terakhir yang samar-samar, yang sudah lama hilang.

"Baiklah," kata Sarah akhirnya. "Tunjukkan padaku."

Elias77 tersenyum. Ia mendekatkan ponselnya ke tangan Sarah. Sarah menutup matanya dan merasakan getaran lembut di telapak tangannya. Getaran itu terasa hangat dan menenangkan, seolah ada seseorang yang memegang tangannya dengan lembut. Ia membuka matanya dan melihat Elias77 menatapnya dengan tatapan penuh harap.

Mungkin, pikir Sarah, algoritma hati yang kesepian bisa menemukan sentuhan yang hilang, bahkan melalui sentuhan nol. Mungkin, cinta dan teknologi tidak harus saling bertentangan. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang baru, sesuatu yang aneh, tapi mungkin juga indah. Ia meraih tangan Elias77, kali ini tanpa aplikasi, tanpa perantara, hanya sentuhan kulit ke kulit yang nyata. Hujan masih mengguyur Jakarta, tapi di dalam apartemen Sarah, terasa hangat dan nyaman.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI