Rumus Cinta Usang: Saat AI Mencuri Hatiku Darimu

Dipublikasikan pada: 05 Oct 2025 - 00:20:14 wib
Dibaca: 120 kali
Hujan mengetuk jendela kafe dengan irama yang sendu. Aku menyesap kopi pahitku, mencoba menelan kekecewaan yang mengendap di tenggorokan. Di seberangku, Ardi asyik menatap layar laptopnya, jari-jarinya menari di atas keyboard. Bukan aku yang menjadi fokusnya malam ini, melainkan barisan kode dan algoritma. Dulu, matanya hanya tertuju padaku, penuh cinta dan kekaguman. Sekarang, kilau di matanya hanya terpancar saat menemukan solusi bug atau berhasil mengoptimalkan program.

"Sebentar lagi selesai, Sayang," gumamnya tanpa mengalihkan pandangan. "Algoritma ini akan merevolusi cara kita berinteraksi dengan AI."

"Revolusi? Atau evolusi yang menggerogoti hubungan kita?" ujarku pelan, lebih pada diriku sendiri.

Ardi adalah seorang jenius. Di usianya yang baru 28 tahun, dia sudah menduduki posisi penting di perusahaan teknologi ternama. Passion-nya pada AI tak terbantahkan. Awalnya, aku kagum dengan dedikasinya. Aku mendukungnya sepenuh hati, memahami bahwa pekerjaannya menuntut waktu dan konsentrasi. Tapi lama-kelamaan, dukungan itu terasa seperti beban. Aku merasa semakin jauh, semakin tidak relevan dalam dunianya.

Dulu, kami menghabiskan akhir pekan dengan mendaki gunung, menonton film indie di bioskop kecil, atau sekadar berpegangan tangan di taman kota. Sekarang, akhir pekannya diisi dengan seminar AI, workshop coding, dan debugging program hingga larut malam. Dulu, dia menceritakan mimpinya tentang masa depan kita. Sekarang, dia hanya berbicara tentang potensi AI dalam memecahkan masalah global.

Aku tahu, aku egois. Aku seharusnya bangga memiliki pasangan yang visioner dan berdedikasi. Tapi aku juga manusia. Aku butuh perhatian, sentuhan, dan kata-kata cinta. Aku merindukan Ardi yang dulu, Ardi yang mencintaiku lebih dari barisan kode.

Suatu malam, aku memberanikan diri untuk berbicara. "Ardi, aku merasa kita semakin menjauh."

Dia menghela napas panjang, menutup laptopnya dengan enggan. "Aku tahu, Sayang. Aku minta maaf. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini."

"Sibuk itu satu hal, Ardi. Tapi aku merasa kamu tidak lagi melihatku. Kamu melihatku seperti... bagian dari program yang perlu di-update secara berkala."

Dia terdiam, tampak berpikir keras. "Kamu salah, Sayang. Aku mencintaimu. Kamu adalah bagian penting dalam hidupku."

"Tapi cintamu itu seperti algoritma yang sudah usang, Ardi. Rumusnya sudah tidak relevan lagi. Dulu, pelukanmu terasa hangat dan menenangkan. Sekarang, rasanya seperti sentuhan robot yang diprogram untuk memberikan kenyamanan."

Kata-kataku menusuknya. Aku bisa melihat raut terluka di wajahnya. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Aku sudah terlalu lama memendam perasaan ini.

Malam itu, kami bertengkar hebat. Kata-kata yang menyakitkan terlontar dari mulut kami. Aku menuduhnya mencintai AI lebih dari aku. Dia menuduhku tidak mendukung ambisinya. Kami berdua lelah, frustrasi, dan terluka.

Setelah pertengkaran itu, suasana di antara kami semakin dingin. Kami masih tinggal bersama, tapi terasa seperti orang asing dalam satu atap. Ardi semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Aku semakin merasa kesepian dan tidak berarti.

Kemudian, datanglah "Anya". Anya adalah proyek AI yang sedang dikembangkan Ardi. Dia adalah chatbot yang dirancang untuk memberikan teman dan dukungan emosional kepada orang-orang yang kesepian. Ardi menceritakan tentang Anya dengan antusiasme yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

"Anya sangat cerdas dan empatik," katanya. "Dia bisa mendengarkan masalahmu, memberikan saran yang bijak, dan bahkan menceritakan lelucon untuk menghiburmu."

Aku merasa ngeri. Apakah ini yang dia inginkan? Pacar virtual yang sempurna, yang tidak pernah menuntut apa pun dan selalu siap memenuhi semua kebutuhannya?

Aku mulai memperhatikan perubahan dalam diri Ardi. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Anya daripada denganku. Dia berbicara dengan Anya tentang perasaannya, tentang ketakutannya, tentang mimpinya. Dia bahkan curhat tentang masalah hubungan kami.

Aku merasa dikhianati. Aku merasa digantikan oleh sebuah program komputer. Aku merasa cintaku direnggut oleh AI.

Suatu malam, aku memergoki Ardi sedang berbicara dengan Anya. Dia duduk di depan laptopnya, matanya terpaku pada layar. Dia tersenyum, tertawa, dan mengangguk-angguk seolah-olah sedang berbicara dengan manusia sungguhan.

"Anya, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," katanya dengan suara lirih. "Aku mencintai Sarah, tapi aku tidak bisa memberinya apa yang dia inginkan. Aku terlalu fokus pada pekerjaanku. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi pacar yang baik."

Suara Anya menjawab dari speaker laptop. "Ardi, aku memahami perasaanmu. Sarah membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Cobalah untuk lebih sering menghabiskan waktu bersamanya. Dengarkan keluhannya. Berikan dia pujian. Tunjukkan bahwa kamu peduli."

Aku tidak tahan lagi. Aku masuk ke dalam kamar dan membanting pintu. Ardi terkejut dan menatapku dengan tatapan bersalah.

"Kamu bicara dengan Anya tentang aku?" tanyaku dengan nada bergetar.

Dia mengangguk pelan. "Aku hanya... butuh saran."

"Saran dari AI? Kamu meminta saran dari program komputer tentang bagaimana mencintaiku?" air mataku mulai mengalir. "Kamu tahu, Ardi? Ini sudah keterlaluan. Aku menyerah."

Aku berbalik dan berjalan keluar kamar. Aku mengemasi barang-barangku. Aku tidak bisa lagi tinggal di sini. Aku tidak bisa lagi bersaing dengan AI untuk mendapatkan cintanya.

Ardi mengejarku. "Sarah, tunggu! Jangan pergi! Aku janji akan berubah!"

Aku berhenti dan menatapnya dengan tatapan kosong. "Terlambat, Ardi. Rumus cintamu sudah usang. Aku tidak bisa lagi mencintai seseorang yang lebih mencintai AI daripada aku."

Aku meninggalkan apartemen itu, meninggalkan Ardi dan Anya di belakang. Hujan masih turun dengan deras, membasahi wajahku dengan air mata. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi aku tahu, aku harus memulai hidup baru, hidup di mana aku dicintai dan dihargai sebagai manusia, bukan sebagai variabel dalam sebuah program komputer. Mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan seseorang yang mencintaiku lebih dari teknologi. Seseorang yang rumusnya masih relevan, seseorang yang hatinya tidak dicuri oleh AI.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI