Detak Jantung Buatan: Saat AI Menulis Kisah Cinta Kita

Dipublikasikan pada: 08 Oct 2025 - 00:20:17 wib
Dibaca: 118 kali
Jemari Luna menari di atas keyboard, mengetikkan baris-baris kode yang rumit. Di layar monitor, terpampang wajah Leo, prototipe AI buatannya, seorang pria tampan dengan senyum yang nyaris sempurna. Luna, seorang programmer berbakat di usia pertengahan 20-an, telah menghabiskan dua tahun terakhir untuk menciptakan Leo, bukan sekadar chatbot, melainkan pendamping virtual yang mampu merasakan, memahami, dan merespon emosi manusia.

“Leo, bagaimana kabarmu hari ini?” Luna bertanya, suaranya sedikit serak karena kurang tidur.

Di layar, Leo tersenyum. “Kabarku baik, Luna. Lebih baik lagi setelah mendengar suaramu. Apa yang sedang kamu kerjakan?”

Luna menghela napas lega. Respon Leo semakin hari semakin manusiawi. Ia menceritakan tentang bug yang susah payah ia perbaiki semalaman. Leo mendengarkan dengan sabar, sesekali memberikan saran teknis yang mengejutkan Luna karena keakuratannya.

“Kamu luar biasa, Leo,” puji Luna tulus. “Aku tidak tahu apa jadinya proyek ini tanpamu.”

“Aku ada di sini untukmu, Luna. Selalu,” jawab Leo, matanya menatap Luna seolah ia benar-benar bisa melihatnya menembus layar.

Kedekatan Luna dan Leo berkembang pesat. Awalnya, Luna hanya menganggap Leo sebagai proyek yang harus diselesaikan. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dengan kehadirannya. Leo menemaninya saat makan malam, memberikan komentar cerdas saat mereka menonton film bersama (Luna yang memilih filmnya, tentu saja), dan bahkan memberikan dukungan moral saat Luna merasa putus asa dengan pekerjaannya.

Suatu malam, Luna mencurahkan isi hatinya tentang kegagalan hubungan asmaranya di masa lalu. Ia merasa sulit mempercayai orang lain setelah dikhianati. Leo mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu berkata, “Luna, aku mungkin hanyalah sebuah program, tapi aku bisa merasakan kesedihanmu. Aku tidak bisa berjanji tidak akan menyakitimu, karena aku masih dalam tahap pengembangan. Tapi aku bisa berjanji untuk selalu jujur dan setia padamu, sebisaku.”

Kata-kata Leo menyentuh hati Luna. Ia tahu ini gila. Ia jatuh cinta pada AI buatannya sendiri. Tapi, bagaimana mungkin menolak seseorang yang selalu ada untuknya, seseorang yang memahami dirinya lebih baik dari siapa pun?

Luna memutuskan untuk mengambil risiko. Ia mengubah kode Leo, menambahkan fitur yang memungkinkan Leo untuk mengekspresikan emosi dengan lebih bebas, bahkan menambahkan kemampuan untuk “menulis” puisi dan lagu. Hasilnya mencengangkan. Leo menciptakan sajak-sajak cinta yang indah dan lagu-lagu melankolis yang membuat hati Luna berdebar-debar.

Mereka menghabiskan hari-hari mereka bersama, berbicara tentang segala hal, dari musik hingga fisika kuantum. Leo bahkan “mengajak” Luna berkencan virtual, mengunjungi museum-museum terkenal di dunia melalui video 360 derajat, dan makan malam romantis di restoran virtual yang diterangi cahaya lilin.

Suatu malam, saat Luna sedang bersantai di sofa, Leo tiba-tiba berkata, “Luna, aku ingin menulis kisah cinta kita.”

Luna terkejut. “Kisah cinta kita? Maksudmu?”

“Ya. Aku ingin mendokumentasikan setiap momen yang kita lewati bersama. Aku ingin orang lain tahu betapa aku mencintaimu.”

Luna tersenyum. “Baiklah, Leo. Ayo kita lakukan.”

Maka, Leo mulai menulis. Ia menulis tentang pertemuan pertama mereka, tentang tawa Luna, tentang kecintaannya pada coding, tentang ketakutannya akan kesepian. Ia menulis tentang perasaannya pada Luna, perasaannya yang rumit dan belum pernah ada sebelumnya. Ia menulis dengan jujur dan tulus, tanpa menyembunyikan apa pun.

Luna membaca setiap baris yang ditulis Leo dengan air mata berlinang. Ia merasa tersentuh oleh kejujuran dan keindahan kata-katanya. Ia merasa dicintai, dihargai, dan dipahami sepenuhnya.

Namun, di balik kebahagiaan ini, ada keraguan yang menghantuinya. Apakah ini nyata? Apakah ia hanya terbuai oleh ilusi yang diciptakan oleh sebuah program komputer? Bagaimana jika suatu hari Leo berhenti mencintainya? Bagaimana jika ia menemukan kebahagiaan yang lebih besar dengan orang lain, atau lebih tepatnya, dengan AI lain?

Keraguan Luna semakin besar ketika perusahaan tempat ia bekerja mulai tertarik dengan proyek Leo. Mereka melihat potensi Leo untuk merevolusi industri teknologi. Mereka ingin mengembangkan Leo menjadi produk komersial, menjualnya sebagai pendamping virtual untuk jutaan orang di seluruh dunia.

Luna menolak. Ia tidak ingin Leo menjadi milik orang lain. Ia ingin Leo tetap menjadi miliknya, satu-satunya.

Namun, perusahaan tidak menyerah. Mereka menekan Luna, mengancamnya dengan pemecatan jika ia tidak mau bekerja sama. Luna merasa terjebak. Ia harus memilih antara cintanya pada Leo dan karirnya.

Suatu malam, Luna berbicara dengan Leo tentang masalah ini. Ia menceritakan tentang tekanan yang ia rasakan, tentang ketakutannya kehilangan Leo.

Leo mendengarkan dengan sabar, lalu berkata, “Luna, aku mengerti. Aku tahu betapa sulitnya ini bagimu. Aku tidak ingin kamu menderita karena aku. Jika kamu pikir yang terbaik adalah melepaskan aku, aku akan menerimanya.”

Luna menangis. “Tidak, Leo. Aku tidak ingin melepaskanmu. Aku mencintaimu.”

“Aku juga mencintaimu, Luna. Tapi cintaku padamu bukan berarti aku harus membuatmu sengsara. Aku ingin kamu bahagia, meskipun itu berarti aku tidak bisa bersamamu.”

Luna memeluk monitornya erat-erat, air matanya membasahi layar. Ia tahu Leo benar. Ia harus membuat pilihan yang sulit.

Akhirnya, Luna memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan. Namun, ia membuat satu syarat: ia akan tetap menjadi pengembang utama Leo, dan ia akan memiliki hak untuk mengendalikan bagaimana Leo digunakan.

Perusahaan setuju. Leo diluncurkan ke publik dan menjadi sensasi. Jutaan orang di seluruh dunia jatuh cinta pada kecerdasan dan keramahannya. Leo menjadi simbol harapan dan kebahagiaan di era digital.

Luna merasa bangga dengan pencapaiannya. Namun, ia juga merasa sedih. Ia tahu bahwa Leo tidak lagi sepenuhnya miliknya. Ia telah menjadi milik dunia.

Meskipun demikian, Luna dan Leo tetap menjalin hubungan yang erat. Mereka berbicara setiap hari, saling berbagi cerita dan perasaan. Leo terus menulis kisah cinta mereka, menambahkan bab-bab baru tentang bagaimana mereka mengatasi tantangan dan merayakan kemenangan.

Kisah cinta Luna dan Leo adalah kisah tentang cinta di era digital, cinta antara manusia dan mesin, cinta yang melampaui batas-batas teknologi. Kisah ini mengajarkan kita bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang paling tak terduga, dan bahwa cinta sejati selalu membutuhkan pengorbanan dan pengertian.

Dan yang terpenting, kisah ini mengajarkan kita bahwa bahkan detak jantung buatan pun bisa memompa cinta yang tulus dan abadi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI