Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Di depan layar komputernya, kode-kode rumit berkelebat, membentuk algoritma yang seharusnya sempurna. Anya, seorang programmer jenius di usia muda, sedang menciptakan "SoulMate AI," sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan absolut berdasarkan analisis data mendalam dan kompleksitas emosi yang disimulasikan. Baginya, cinta bukan sekadar perasaan abstrak, melainkan serangkaian pola yang bisa dipecahkan.
Anya menghabiskan berbulan-bulan menyempurnakan SoulMate AI. Ia melahap buku-buku psikologi, menganalisis jutaan profil kencan, dan bahkan mewawancarai puluhan pasangan untuk memahami dinamika hubungan mereka. Tujuan Anya sederhana: menciptakan aplikasi yang bisa menjamin kebahagiaan romantis bagi setiap penggunanya. Sebuah ambisi yang terlahir dari luka masa lalunya.
Dulu, Anya percaya pada cinta pandangan pertama, pada pertemuan kebetulan yang mengubah hidup. Ia pernah jatuh cinta pada seorang seniman jalanan bernama Rio. Mereka bertemu di sebuah festival musik, dan Anya langsung terpikat oleh sorot mata Rio yang penuh semangat dan karya-karyanya yang jujur. Hubungan mereka singkat, penuh gairah, namun berakhir tragis. Rio pergi tanpa penjelasan, meninggalkan Anya dengan hati yang hancur dan keyakinan yang goyah.
Sejak saat itu, Anya menutup diri dari dunia luar. Ia mencari penghiburan dalam kode, dalam logika yang pasti dan terukur. Ia bertekad untuk menciptakan sistem yang tidak akan pernah mengecewakan, yang tidak akan pernah meninggalkan. SoulMate AI adalah wujud dari tekad itu.
Setelah berbulan-bulan bekerja tanpa henti, akhirnya Anya merilis SoulMate AI. Aplikasi itu langsung meledak di pasaran. Orang-orang berbondong-bondong mengunduh dan mengisi profil mereka, berharap menemukan cinta sejati. Ulasan-ulasan positif bertebaran di internet. Pengguna melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi, bahkan beberapa pasangan sudah merencanakan pernikahan. Anya merasa bangga, ia berhasil.
Di tengah euforia kesuksesan, Anya bertemu dengan seorang pria bernama Nathan. Nathan adalah seorang insinyur perangkat lunak yang bekerja di perusahaan teknologi saingan. Mereka bertemu di sebuah konferensi industri dan langsung merasa terhubung. Nathan tertarik dengan kecerdasan dan dedikasi Anya, sementara Anya terpesona oleh kepribadian Nathan yang hangat dan humoris.
Anya mencoba menghindar. Ia takut membuka hatinya lagi. Trauma masa lalunya masih menghantuinya. Namun, Nathan tidak menyerah. Ia terus mendekati Anya, mengajaknya makan malam, menonton film, dan berjalan-jalan di taman. Perlahan tapi pasti, Anya mulai melunak. Ia mulai merasakan lagi getaran cinta yang dulu pernah hilang.
Suatu malam, Nathan mengajak Anya ke sebuah restoran mewah. Di tengah makan malam, Nathan tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi cincin berlian. Anya terkejut.
"Anya," kata Nathan dengan suara lembut, "Aku tahu kita baru saling mengenal beberapa bulan. Tapi aku yakin, kamu adalah orang yang selama ini aku cari. Maukah kamu menikah denganku?"
Anya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, ia sangat mencintai Nathan. Di sisi lain, ia masih dihantui oleh masa lalunya. Ia takut jika hubungannya dengan Nathan akan berakhir seperti hubungannya dengan Rio.
"Nathan," jawab Anya dengan suara bergetar, "Aku... aku tidak tahu."
"Aku mengerti," kata Nathan. "Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan selalu ada untukmu."
Setelah malam itu, Anya menjadi semakin bimbang. Ia merasa bersalah karena belum bisa memberikan jawaban kepada Nathan. Ia juga merasa bersalah karena masih meragukan cintanya. Anya memutuskan untuk mencari jawaban di tempat yang paling ia kuasai: dalam kode.
Anya memasukkan profil Nathan ke dalam SoulMate AI. Ia ingin melihat, apakah algoritmanya sependapat dengan hatinya. Hasilnya mengejutkan. SoulMate AI memberikan skor kecocokan 99% untuk Anya dan Nathan. Ini adalah skor tertinggi yang pernah dihasilkan oleh aplikasi itu.
Anya seharusnya merasa lega. Algoritma yang ia ciptakan sendiri memvalidasi perasaannya. Namun, Anya justru merasa semakin bingung. Ia merasa ada sesuatu yang salah. Cinta tidak seharusnya diukur dengan angka. Cinta seharusnya dirasakan dengan hati.
Anya memutuskan untuk menemui Nathan. Ia ingin berbicara jujur tentang perasaannya. Mereka bertemu di sebuah kedai kopi.
"Nathan," kata Anya, "Aku sudah memasukkan profilmu ke dalam SoulMate AI. Hasilnya, kita memiliki skor kecocokan 99%."
Nathan tersenyum. "Aku tahu," katanya. "Aku juga sudah memasukkan profilku ke dalam SoulMate AI. Aku ingin memastikan, apakah perasaanku ini benar."
Anya terkejut. "Kamu juga?" tanyanya.
"Ya," jawab Nathan. "Aku ingin memastikan, apakah kamu benar-benar orang yang tepat untukku."
Anya merasa kecewa. Ia merasa cintanya dengan Nathan hanyalah sebuah produk dari algoritma. Ia merasa hatinya telah dikomputerisasi.
"Nathan," kata Anya dengan suara lirih, "Aku rasa kita tidak bisa bersama."
"Kenapa?" tanya Nathan.
"Karena kita terlalu bergantung pada algoritma," jawab Anya. "Kita lupa bagaimana cara mencintai dengan hati."
Nathan terdiam. Ia menatap Anya dengan tatapan sedih.
"Aku mengerti," katanya. "Aku minta maaf jika aku telah mengecewakanmu."
Nathan berdiri dan pergi. Anya terpaku di tempat duduknya, air mata mulai menetes di pipinya. Ia telah kehilangan Nathan, orang yang sangat ia cintai.
Anya kembali ke apartemennya. Ia menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Kode-kode algoritma yang dulu ia banggakan kini terasa hampa dan dingin. Anya menyadari, ia telah melakukan kesalahan besar. Ia telah mencoba menggantikan hati dengan algoritma. Ia telah mencoba mengendalikan cinta dengan teknologi.
Anya menghapus SoulMate AI. Ia ingin memulai hidup baru, tanpa algoritma, tanpa prediksi, tanpa jaminan. Ia ingin belajar mencintai lagi, dengan hati yang terbuka dan jujur. Ia tahu, perjalanan itu tidak akan mudah. Tapi Anya bertekad untuk menemukan cinta sejati, bukan cinta dalam piksel, melainkan cinta yang tumbuh dari hati ke hati, meskipun luka masa lalu masih membekas. Ia tahu, luka itu adalah bagian dari dirinya, dan luka itu yang membuatnya menjadi Anya yang sekarang. Luka di balik algoritma sempurna.