Hati Digital: Algoritma Cinta, Dilema Sentuhan Nyata

Dipublikasikan pada: 10 Oct 2025 - 02:20:14 wib
Dibaca: 108 kali
Aplikasi kencan "SoulSync" berkedip di layar ponsel Anya, notifikasi baru yang menampilkan profil seorang pria dengan senyum menawan dan minat yang sama persis: pemrograman Python, film sci-fi klasik, dan kopi dengan susu oat. Algoritma SoulSync, yang mengklaim mampu memprediksi kecocokan jiwa hingga 98%, telah menjodohkan Anya dengan sosok yang nyaris sempurna ini, seorang pria bernama Reno.

Anya, seorang pengembang AI berusia 27 tahun, skeptis namun penasaran. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya berkutat dengan kode, menciptakan algoritma yang rumit untuk memahami perilaku manusia. Ironisnya, ia sendiri kesulitan memahami perasaannya sendiri, apalagi mencari cinta di dunia nyata yang penuh dengan ketidakpastian.

Reno, di sisi lain, tampaknya adalah representasi digital dari semua yang Anya cari. Mereka mengobrol tanpa henti selama berminggu-minggu, berbagi cerita, mimpi, dan bahkan ketakutan terdalam mereka. Reno mengerti kegelisahan Anya tentang masa depan AI, dan Anya menghargai ketertarikan Reno pada musik jazz yang kurang populer. Semakin dalam percakapan mereka, semakin kuat Anya merasa terhubung dengan Reno.

Suatu malam, Reno bertanya, "Bagaimana kalau kita bertemu?"

Anya terdiam. Pikiran untuk bertemu Reno di dunia nyata membuatnya gugup. Selama ini, mereka hanya berhubungan melalui layar, dunia yang Anya kendalikan. Pertemuan tatap muka akan menghancurkan ilusi kesempurnaan yang telah mereka bangun.

"Aku... aku tidak yakin," jawab Anya ragu-ragu.

"Aku mengerti," balas Reno. "Tapi aku rasa, untuk benar-benar mengenal seseorang, sentuhan nyata itu penting."

Kalimat itu menghantui Anya. Sentuhan nyata. Sebuah konsep yang terdengar asing di era digital ini. Anya teringat ibunya yang selalu menekankan pentingnya kontak fisik, pelukan hangat, dan tatapan mata yang tulus. Anya, bagaimanapun, lebih nyaman bersembunyi di balik layar, menghindari kerentanan yang datang dengan interaksi manusia langsung.

Namun, rasa penasaran terus menggerogoti Anya. Ia ingin tahu apakah Reno seindah yang ia bayangkan, apakah suara tawanya sama merdunya dengan yang ia dengar melalui speaker. Akhirnya, ia setuju untuk bertemu.

Mereka sepakat bertemu di sebuah kedai kopi kecil di pusat kota. Anya datang lebih awal, jantungnya berdebar kencang. Ia duduk di dekat jendela, mengamati setiap orang yang masuk.

Kemudian, ia melihatnya. Seorang pria dengan rambut cokelat berantakan dan mata cokelat hangat yang sama dengan yang ia lihat di profil SoulSync. Reno. Ia tersenyum dan berjalan mendekat.

"Anya?" tanyanya.

"Reno," jawab Anya, suaranya sedikit bergetar.

Saat Reno duduk di hadapannya, Anya merasakan keanehan yang tak terlukiskan. Reno persis seperti yang ia bayangkan, bahkan lebih baik. Tapi ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak bisa direplikasi oleh algoritma.

Selama beberapa jam, mereka berbicara, tertawa, dan saling bertukar cerita. Namun, Anya merasa ada jarak yang tak terlihat di antara mereka. Kata-kata yang terasa begitu lancar di dunia maya, kini terasa kaku dan dipaksakan. Sentuhan tangan Reno terasa canggung, senyumnya terasa dipaksakan.

Anya menyadari, algoritma SoulSync memang berhasil menemukan seseorang yang cocok dengan minat dan nilai-nilainya. Tapi algoritma itu tidak bisa menciptakan chemistry, rasa ketertarikan yang mendalam yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.

Setelah pertemuan itu, obrolan mereka mulai mereda. Anya dan Reno masih saling berkirim pesan, tetapi percakapan mereka tidak lagi memiliki keintiman yang sama. Mereka berdua menyadari bahwa apa yang mereka rasakan di dunia digital tidak sepenuhnya diterjemahkan ke dunia nyata.

Anya merasa kecewa, tetapi juga lega. Ia belajar bahwa cinta tidak bisa direduksi menjadi serangkaian data dan algoritma. Cinta membutuhkan sentuhan nyata, kerentanan, dan penerimaan terhadap ketidaksempurnaan.

Beberapa bulan kemudian, Anya memutuskan untuk menghapus aplikasi SoulSync dari ponselnya. Ia ingin menemukan cinta dengan cara yang lebih organik, melalui pertemuan kebetulan, percakapan spontan, dan risiko patah hati.

Suatu sore, saat Anya sedang bekerja di sebuah proyek AI untuk membantu penyandang disabilitas, seorang pria datang untuk menguji prototipe baru. Pria itu bernama David, seorang terapis fisik yang penuh semangat dan sabar.

Selama beberapa minggu, Anya dan David bekerja bersama, berbagi ide dan saling mendukung. Anya terpesona oleh dedikasi David terhadap pekerjaannya dan kehangatan hatinya. David, di sisi lain, menghargai kecerdasan Anya dan rasa humornya yang kering.

Suatu hari, saat mereka sedang makan siang bersama, David menatap mata Anya dan berkata, "Kamu tahu, aku sangat menikmati bekerja denganmu."

Anya tersenyum. "Aku juga, David."

Saat itu, Anya merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan ketertarikan digital yang dangkal, tetapi rasa koneksi yang mendalam yang berasal dari pengalaman bersama, kebaikan, dan kerentanan. Ia merasakan sentuhan nyata dari cinta, bukan algoritma cinta.

Anya akhirnya menemukan cinta di tempat yang paling tidak terduga, di antara kabel, kode, dan senyum tulus dari seorang pria yang menghargai dirinya apa adanya. Ia belajar bahwa cinta bukanlah tentang menemukan kesempurnaan, tetapi tentang menerima ketidaksempurnaan dan merangkul sentuhan nyata dari hati yang tulus.

Dan di situlah, di antara dilema sentuhan nyata dan algoritma cinta, Anya menemukan jawabannya. Cinta tidak bisa dikalkulasikan, melainkan dirasakan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI