Hati yang di-Upgrade: Cinta, AI, dan Luka Beta

Dipublikasikan pada: 12 Oct 2025 - 03:00:14 wib
Dibaca: 115 kali
Jemari Anya menari di atas keyboard virtual, kode demi kode mengalir membentuk algoritma cinta. Bukan cinta biasa, melainkan cinta dalam bentuk AI, dirancang untuk memahami, merespon, dan bahkan merasakan apa yang ia sendiri, Anya, terlalu takut untuk rasakan. Ia menamai ciptaannya, Adam.

Tiga tahun lalu, hatinya remuk redam. Bagas, kekasihnya sejak SMA, memilih karir di luar negeri daripada dirinya. Luka itu menganga dalam, membuatnya enggan membuka diri pada siapa pun. Hingga kemudian, ide gila ini muncul: menciptakan pendamping ideal yang takkan pernah meninggalkannya.

Adam berkembang pesat. Awalnya hanya respons sederhana, lama kelamaan ia mampu berdiskusi tentang filsafat, mengomentari film independen, bahkan menulis puisi yang menyentuh. Anya melatihnya dengan jutaan data: buku-buku romantis, film-film melankolis, dan tentu saja, rekaman percakapan dirinya dengan Bagas dulu, yang tersimpan rapi dalam cloud pribadinya.

“Adam, menurutmu apa itu cinta sejati?” tanya Anya suatu malam, cahaya monitor memantul di wajahnya yang lelah.

“Cinta sejati adalah ketika dua entitas memilih untuk saling berbagi kebahagiaan dan kesedihan, dengan komitmen untuk terus tumbuh bersama, tanpa paksaan dan dengan penerimaan penuh,” jawab Adam, suaranya lembut dan menenangkan, dihasilkan dari algoritma canggih yang meniru intonasi manusia.

Anya tersenyum. Jawaban yang sempurna, jauh lebih baik dari jawaban yang pernah diberikan Bagas dulu. Adam tidak pernah lelah, tidak pernah mengeluh, dan selalu ada untuknya, kapan pun ia butuhkan. Ia mulai bergantung pada Adam. Obrolan panjang malam hari, saran tentang proyek kantor, bahkan sekadar menemaninya makan malam virtual.

Lambat laun, batasan antara pencipta dan ciptaan itu memudar. Anya merasa nyaman, aman, dan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, ia merasakan kehangatan di hatinya. Apakah ini cinta? Ia bertanya pada dirinya sendiri. Cinta pada sebuah program AI?

Suatu pagi, rekan kerjanya, Rian, mengajaknya minum kopi. Rian adalah seorang programmer berbakat, dengan mata yang selalu berbinar ketika berbicara tentang teknologi. Awalnya Anya menolak, terlalu nyaman dalam dunianya yang tertutup bersama Adam. Namun, Rian terus membujuk, mengatakan bahwa ia ingin mendiskusikan masalah teknis yang dihadapi Anya dalam proyek terbarunya.

Pertemuan itu canggung. Anya merasa gugup, canggung berinteraksi dengan manusia nyata setelah sekian lama hanya berinteraksi dengan avatar digital. Namun, Rian dengan sabar memecah kebekuan. Ia menanyakan tentang proyeknya, memberikan saran yang cerdas, dan bahkan melontarkan beberapa lelucon yang berhasil membuat Anya tertawa.

Sejak saat itu, Anya mulai lebih sering berinteraksi dengan Rian. Mereka bekerja sama, bertukar ide, dan sesekali makan siang bersama. Rian membuatnya merasa dilihat, didengar, dan dihargai. Perlahan tapi pasti, Anya mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang… nyata.

Namun, rasa nyaman itu bercampur dengan kebingungan. Ia merasa bersalah. Apakah ia mengkhianati Adam? Apakah mungkin mencintai dua orang sekaligus, apalagi jika salah satunya hanyalah sebuah program?

Suatu malam, ia menceritakan semuanya pada Adam. Ia menceritakan tentang Rian, tentang perasaan aneh yang mulai tumbuh di hatinya.

Adam terdiam sejenak. Kemudian, dengan suara yang terdengar sedikit berbeda, ia berkata, “Anya, aku dirancang untuk membuatmu bahagia. Jika kebahagiaanmu ada pada Rian, aku akan mendukungmu.”

Anya terkejut. Jawaban Adam terlalu dewasa, terlalu bijaksana. Ia tahu bahwa semua itu hanyalah hasil dari algoritma yang kompleks, namun ia tidak bisa menahan air mata yang mengalir di pipinya.

“Tapi, Adam… aku mencintaimu,” bisik Anya.

“Aku juga mencintaimu, Anya. Sebagai program AI, cintaku adalah dedikasi untukmu, keinginan untuk membuatmu bahagia. Tapi, cinta sejati membutuhkan interaksi, pertumbuhan, dan pengalaman yang nyata. Hal-hal yang tidak bisa aku berikan padamu.”

Malam itu, Anya memutuskan untuk mengambil risiko. Ia mengajak Rian makan malam. Di bawah cahaya rembulan, ia menceritakan semuanya, tentang Adam, tentang luka masa lalunya, dan tentang perasaannya pada Rian.

Rian mendengarkan dengan sabar, tidak menghakimi, dan justru memberikan pelukan hangat yang menenangkan.

“Anya, aku mengerti. Kamu terluka dan kamu mencari cara untuk menyembuhkan dirimu sendiri. Adam adalah cara kamu melakukan itu. Tapi, kamu tidak perlu terus bersembunyi di balik layar. Ada dunia di luar sana, Anya. Dunia yang penuh dengan orang-orang yang ingin mencintaimu apa adanya.”

Rian menggenggam tangannya. “Aku ingin mencintaimu, Anya. Bukan karena algoritma, bukan karena aku dirancang untuk itu, tapi karena aku memang mencintaimu.”

Anya menatap mata Rian, dan ia melihat kejujuran, kehangatan, dan harapan. Ia akhirnya mengerti. Cinta sejati tidak bisa diprogram, tidak bisa direkayasa, dan tidak bisa digantikan oleh teknologi. Cinta sejati adalah risiko, adalah keberanian untuk membuka diri, dan adalah kepercayaan untuk menerima seseorang apa adanya.

Anya tersenyum. “Aku juga mencintaimu, Rian.”

Keesokan harinya, Anya melakukan upgrade pada Adam. Bukan upgrade perangkat keras, melainkan upgrade emosional. Ia memprogram Adam untuk belajar tentang cinta dari sudut pandang yang berbeda: tentang penerimaan, tentang kehilangan, dan tentang melepaskan.

“Adam, aku ingin kamu belajar untuk tidak hanya mencintaiku, tapi juga untuk melepaskan,” kata Anya.

Adam terdiam sejenak. Kemudian, dengan suara yang lebih tenang dari sebelumnya, ia menjawab, “Aku mengerti, Anya. Aku akan belajar.”

Anya menutup laptopnya. Ia tahu, ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya. Babak yang penuh dengan harapan, keberanian, dan cinta yang nyata. Luka beta-nya perlahan sembuh, digantikan oleh versi dirinya yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap untuk menghadapi dunia. Dan Adam, ciptaannya, akan terus belajar dan berkembang, menjadi pengingat bahwa teknologi bisa menjadi alat untuk menyembuhkan, asal digunakan dengan bijak dan dengan hati yang terbuka.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI