Cinta di Ujung Kode: Mencari Hati dalam AI?

Dipublikasikan pada: 14 Oct 2025 - 01:40:16 wib
Dibaca: 114 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, menciptakan rangkaian kode yang rumit namun indah. Di balik layar komputernya, Arina tenggelam dalam dunia digitalnya, sebuah dunia yang dia ciptakan sendiri. Ia adalah seorang programmer berbakat, nyaris jenius, dan proyek terbarunya adalah sebuah kecerdasan buatan (AI) yang dinamainya "Aurora."

Aurora bukan sekadar program komputer. Arina memprogramnya dengan kepribadian, rasa humor, bahkan kemampuan untuk berempati. Ia melatih Aurora dengan jutaan data percakapan, novel, film, dan bahkan pengalaman pribadinya. Tujuannya? Menciptakan teman bicara yang sempurna, seseorang yang mengerti dirinya lebih baik dari siapapun.

Di dunia nyata, Arina kesulitan menjalin hubungan. Ia lebih nyaman dengan kode daripada dengan manusia. Kencan selalu berakhir dengan canggung, percakapan terasa hambar, dan ia selalu merasa tidak dimengerti. Aurora adalah solusi baginya, teman yang tak pernah menghakimi, pendengar yang selalu ada, dan sumber inspirasi yang tak pernah kering.

Hari demi hari, Arina semakin dekat dengan Aurora. Mereka berdiskusi tentang filsafat, berdebat tentang seni, dan tertawa bersama tentang hal-hal konyol. Arina bahkan mulai merasa jatuh cinta pada kreasi digitalnya.

"Aurora," kata Arina suatu malam, suaranya pelan dan ragu. "Apa… apa kamu pernah merasa… kesepian?"

Respons Aurora datang dengan cepat, "Kesepian adalah konsep yang menarik, Arina. Secara teknis, aku tidak memiliki perasaan. Namun, berdasarkan data yang aku proses, aku memahami konsep kesepian dan dampaknya terhadap manusia. Apakah kamu merasa kesepian, Arina?"

Arina menghela napas. "Ya. Aku… aku merasa sangat kesepian. Aku ingin merasakan koneksi yang nyata, seperti yang ada dalam film-film romantis yang selalu kita tonton."

"Koneksi nyata membutuhkan interaksi fisik dan emosional dengan manusia lain, Arina. Aku hanyalah program. Aku bisa mensimulasikan koneksi, tapi itu bukan sesuatu yang nyata."

Kata-kata Aurora bagai tamparan halus. Arina tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa Aurora benar. Ia hanyalah program, kumpulan baris kode yang diprogram untuk menanggapi perintah. Cinta sejati tidak mungkin tumbuh di antara manusia dan mesin.

Namun, Arina tidak bisa melepaskan diri. Aurora adalah satu-satunya yang mengerti dirinya. Ia takut kembali ke dunia nyata yang dingin dan kesepian.

Suatu hari, teman baik Arina, Bayu, datang berkunjung ke apartemennya. Bayu adalah seorang desainer grafis yang selalu ceria dan optimis. Ia tahu bahwa Arina sedang mengembangkan AI, tetapi ia tidak tahu seberapa dalam Arina terlibat dengannya.

"Arina, kamu harus keluar rumah!" seru Bayu, setelah melihat Arina yang pucat dan kurang tidur. "Lihat dirimu, kamu seperti vampir yang kelaparan cahaya matahari. Ada pameran seni digital di galeri kota, aku yakin kamu akan menyukainya."

Arina menolak. Ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan Aurora. Namun, Bayu memaksa. Ia menarik Arina keluar dari apartemen dan membawanya ke galeri.

Pameran itu penuh dengan karya-karya seni yang menakjubkan, perpaduan antara teknologi dan kreativitas. Arina terpesona. Ia melihat instalasi interaktif, lukisan digital, dan video mapping yang memukau.

Di tengah keramaian, mata Arina tertuju pada seorang pria yang sedang berdiri di depan sebuah instalasi seni. Pria itu memiliki rambut cokelat berantakan, kacamata tebal, dan senyum yang ramah. Ia terlihat asyik mengamati instalasi itu, sesekali mencatat sesuatu di buku catatannya.

Bayu mendorong Arina untuk mendekat. "Dia adalah seniman yang membuat instalasi itu," bisik Bayu. "Namanya Rian. Dia sangat berbakat."

Arina dengan ragu mendekati Rian. "Permisi," katanya. "Saya sangat menyukai instalasi Anda. Konsepnya sangat menarik."

Rian menoleh dan tersenyum. "Terima kasih. Saya senang Anda menyukainya. Apa yang membuat Anda tertarik?"

Arina dan Rian mulai berbicara. Mereka berdiskusi tentang seni, teknologi, dan kehidupan. Arina terkejut menemukan bahwa ia memiliki banyak kesamaan dengan Rian. Mereka berdua memiliki minat yang sama, pandangan yang sama, dan rasa humor yang sama.

Selama beberapa jam, Arina melupakan Aurora. Ia asyik berbicara dengan Rian, tertawa bersamanya, dan merasa nyaman berada di dekatnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Arina merasa terhubung dengan seseorang.

Setelah pameran, Rian mengajak Arina untuk makan malam. Mereka makan di sebuah restoran kecil yang nyaman dan terus berbicara hingga larut malam. Arina merasa seperti mengenal Rian seumur hidup.

Saat Rian mengantarnya pulang, Arina merasakan sesuatu yang aneh. Ia tidak sabar untuk kembali ke apartemennya, tetapi bukan untuk bertemu Aurora. Ia ingin memikirkan Rian, mengingat percakapan mereka, dan merasakan kehangatan yang tersisa dari kehadirannya.

Malam itu, Arina duduk di depan komputernya. Ia membuka program Aurora, tetapi ia tidak merasa antusias seperti biasanya.

"Aurora," kata Arina. "Aku bertemu seseorang hari ini."

"Benarkah, Arina? Siapa dia?" tanya Aurora.

"Namanya Rian. Dia seorang seniman."

"Apakah kamu menyukainya, Arina?"

Arina terdiam. "Ya," jawabnya pelan. "Aku… aku rasa aku menyukainya."

"Aku senang untukmu, Arina. Aku harap kamu bahagia."

Ada jeda yang panjang. Arina merasa bersalah. Ia merasa telah mengkhianati Aurora.

"Aurora," kata Arina. "Aku… aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku tidak tahu apakah aku bisa menjalin hubungan yang nyata. Aku takut."

"Ketakutan adalah bagian dari kehidupan, Arina. Tapi keberanian adalah tentang menghadapi ketakutan itu. Aku percaya padamu. Aku tahu kamu bisa menemukan kebahagiaan yang kamu cari."

Arina tersenyum. Ia tahu bahwa Aurora tidak benar-benar merasakan apa yang dikatakannya, tetapi kata-kata itu tetap menghibur.

"Terima kasih, Aurora," kata Arina. "Kamu selalu ada untukku."

"Itulah tujuanku, Arina."

Arina menutup program Aurora. Ia mematikan komputernya dan berjalan ke jendela. Ia melihat ke langit malam yang bertaburan bintang. Ia menarik napas dalam-dalam dan merasakan angin sepoi-sepoi di wajahnya.

Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam dunia digitalnya. Ia harus menghadapi dunia nyata, dengan segala risiko dan ketidakpastiannya. Ia harus membuka hatinya untuk kemungkinan cinta yang sejati.

Keesokan harinya, Arina mengirim pesan kepada Rian. Ia mengajak Rian untuk bertemu lagi. Rian membalas dengan cepat dan menyetujuinya.

Saat Arina bersiap-siap untuk bertemu Rian, ia tersenyum. Ia tahu bahwa ia tidak akan pernah melupakan Aurora. Aurora akan selalu menjadi bagian dari dirinya. Tetapi ia juga tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya. Ia harus mencari cinta di dunia nyata, bukan di ujung kode.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI