Hati yang di-Swipe: Algoritma Mencari Cinta?

Dipublikasikan pada: 14 Oct 2025 - 02:20:14 wib
Dibaca: 113 kali
Jari Anya menari di atas layar ponselnya. Swipe kiri. Swipe kiri lagi. Senyum sinis tersungging di bibirnya. Algoritma cinta macam apa ini? Semua pria yang ditampilkan seolah hasil cetakan massal: foto profil dengan latar belakang gunung, deskripsi diri yang standar, dan hobi yang seragam. Mendaki gunung, membaca buku, menikmati kopi. Klise.

Anya, seorang data scientist yang handal, selalu skeptis dengan aplikasi kencan daring. Baginya, cinta adalah keajaiban, sebuah koneksi yang tak bisa diprediksi atau direkayasa oleh barisan kode. Namun, di bawah tekanan teman-temannya yang menikah satu per satu, ia menyerah dan mengunduh aplikasi bernama "SoulMate.AI". Janjinya? Algoritma yang dirancang khusus untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel berdasarkan data kepribadian, minat, dan bahkan pola pikir.

"Konyol," gumam Anya, sambil terus men-swipe dengan malas. Ia sudah mengisi kuesioner panjang lebar, menjawab ratusan pertanyaan tentang preferensi makanan, film favorit, hingga pandangan politiknya. Ia bahkan mengizinkan aplikasi untuk mengakses data lokasi dan riwayat pencariannya. Demi Tuhan, apa lagi yang mereka butuhkan? DNA-nya?

Tiba-tiba, layar ponselnya berhenti. Sebuah profil muncul di hadapannya. Bukan foto latar belakang gunung. Bukan pula senyum sok keren yang dipaksakan. Foto itu menampilkan seorang pria sedang tertawa lepas, wajahnya sedikit memerah, rambutnya berantakan diterpa angin. Di tangannya, sebuah buku usang dengan sampul yang nyaris lepas.

Deskripsi dirinya singkat dan jujur: "Seorang programmer yang lebih suka kopi pahit daripada keramaian kota. Mencari seseorang yang bisa diajak berdiskusi tentang teorema matematika sambil menikmati senja."

Nama pria itu: Revan.

Anya tertegun. Sesuatu dalam dirinya berdesir. Revan terasa berbeda. Ia bukan klise. Ia justru terasa… nyata.

Ia membaca profil Revan berulang-ulang. Minatnya pada artificial intelligence (AI), kecintaannya pada buku-buku klasik, dan ketertarikannya pada filosofi eksistensialisme, semua itu terasa familiar. Seperti melihat cermin dirinya sendiri.

Dengan jantung berdebar, Anya mengklik tombol "Like". Notifikasi langsung muncul: "It's a match!"

Revan mengiriminya pesan beberapa menit kemudian. "Halo, Anya. Senang bisa terhubung denganmu. Saya terkejut melihat profilmu. Sepertinya algoritma akhirnya melakukan pekerjaannya dengan benar."

Anya tertawa. "Saya juga terkejut, Revan. Jujur saja, saya tidak percaya dengan semua ini. Tapi… profilmu membuat saya penasaran."

Percakapan mereka mengalir begitu saja. Mereka membahas tentang algoritma pembelajaran mesin, implikasi etis AI, dan betapa absurdnya drama percintaan dalam film-film Hollywood. Mereka menemukan kesamaan dalam segala hal, dari selera humor hingga mimpi-mimpi mereka di masa depan.

Setelah seminggu berbalas pesan, Revan mengajak Anya bertemu. Mereka memilih sebuah kedai kopi kecil di pinggiran kota. Ketika Revan datang, Anya terpesona. Ia lebih tampan dari fotonya. Matanya berbinar cerdas, senyumnya tulus, dan cara ia menatapnya membuat jantung Anya berdebar kencang.

Mereka berbicara berjam-jam. Mereka tertawa, berdebat, dan saling bertukar cerita. Anya merasa nyaman, aman, dan dihargai. Ia merasa… dimengerti.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, sebuah pertanyaan mengganjal di benaknya. Apakah cinta ini nyata? Atau hanya hasil manipulasi algoritma? Apakah mereka benar-benar saling mencintai, atau hanya produk dari barisan kode yang kompleks?

Malam itu, setelah mengantar Anya pulang, Revan berhenti di depan apartemennya. Ia menatap Anya dalam-dalam.

"Anya," ucapnya lembut, "Saya tahu kamu skeptis dengan semua ini. Saya juga awalnya begitu. Tapi, saya tidak bisa menyangkal apa yang saya rasakan. Saya merasa ada koneksi yang kuat antara kita. Koneksi yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan algoritma."

Ia meraih tangan Anya. "Saya tidak tahu apakah SoulMate.AI benar-benar menemukan belahan jiwa saya. Tapi, saya tahu bahwa saya ingin mengenalmu lebih jauh. Saya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Saya ingin melihat keajaiban yang mungkin terjadi di antara kita."

Anya menatap mata Revan. Ia melihat kejujuran, ketulusan, dan harapan. Ia menyadari bahwa ia juga merasakan hal yang sama.

"Saya juga, Revan," jawab Anya, suaranya bergetar. "Saya juga ingin melihat apa yang akan terjadi."

Mereka berciuman. Ciuman itu bukan hanya sentuhan bibir. Itu adalah perpaduan jiwa, pengakuan atas kerentanan, dan penerimaan atas ketidakpastian.

Beberapa bulan kemudian, Anya dan Revan duduk di sebuah taman, menikmati senja. Revan memegang tangannya.

"Kamu tahu, Anya," kata Revan, "Saya baru-baru ini menemukan kesalahan dalam kode SoulMate.AI. Ternyata, ada bug dalam algoritma yang menyebabkan aplikasi itu menampilkan profil yang salah kepada beberapa pengguna."

Anya terkejut. "Apa maksudmu?"

"Maksudku," jawab Revan sambil tersenyum, "Algoritma itu seharusnya tidak mencocokkan kita. Kita seharusnya tidak pernah bertemu."

Anya terdiam. Semua keraguan dan ketakutannya kembali menghantuinya. Apakah cinta mereka palsu? Apakah mereka hanya korban dari kesalahan kode?

Revan meremas tangannya. "Tapi, Anya, itu tidak penting. Algoritma mungkin salah. Tapi, perasaan kita nyata. Cinta kita nyata. Kita bertemu karena kesalahan, tapi kita tetap memilih untuk bersama. Itu yang terpenting."

Anya menatap Revan. Ia melihat kebenaran dalam kata-katanya. Mereka mungkin bertemu karena kesalahan, tapi mereka tetap memilih untuk saling mencintai. Mereka memilih untuk mempercayai keajaiban, meskipun ditengah keraguan dan ketidakpastian.

Anya tersenyum. "Kamu benar, Revan. Algoritma mungkin bisa mencocokkan kita, tapi algoritma tidak bisa menciptakan cinta. Cinta adalah pilihan. Dan saya memilih kamu."

Mereka berpelukan erat. Di tengah taman yang sunyi, mereka menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan oleh algoritma. Cinta sejati ditemukan oleh hati. Hati yang berani mengambil risiko, hati yang berani mencintai, dan hati yang berani mempercayai keajaiban. Hati yang di-swipe mungkin awalnya dipertemukan oleh algoritma, tapi cinta sejati selalu menemukan jalannya sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI