Sentuhan Kode: Cinta yang Terlacak, Hati yang Berontak

Dipublikasikan pada: 14 Oct 2025 - 03:40:12 wib
Dibaca: 115 kali
Deretan angka dan huruf memenuhi layar laptopnya. Di ruang kerjanya yang serba minimalis, Anya, seorang ethical hacker berusia 27 tahun, membenamkan diri dalam barisan kode. Jarinya menari di atas keyboard, menciptakan algoritma rumit untuk sebuah program pelacak. Bukan untuk tujuan jahat, tentu saja. Proyek terbarunya ini adalah sebuah aplikasi pendamping untuk lansia, dirancang untuk memantau kesehatan dan lokasi mereka, serta memberikan notifikasi darurat jika terjadi sesuatu.

Namun, di balik profesionalismenya, ada kegelisahan yang menggerogoti hatinya. Anya baru saja putus dengan pacarnya, Bram, seorang arsitek yang idealis namun keras kepala. Alasannya klasik: perbedaan prinsip. Bram terlalu fokus pada mimpi-mimpinya membangun rumah ramah lingkungan di pelosok desa, sementara Anya terpaku pada dunia digital yang terus berkembang di kota metropolitan.

Tiba-tiba, sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari nomor tak dikenal.

"Anya, aku tahu kamu sedang mengerjakan proyek pelacak. Hati-hati, ada celah keamanan di algoritma yang kamu gunakan. – X."

Anya terkejut. Bagaimana bisa seseorang tahu tentang proyeknya? Dan siapa "X" ini? Rasa penasaran membangkitkan insting hackernya. Dia mulai melacak asal pesan tersebut, menelusuri jejak digital yang ditinggalkan si pengirim. Hasilnya nihil. "X" sangat ahli dalam menyembunyikan identitas.

Selama beberapa hari berikutnya, Anya terus menerima pesan misterius dari "X". Setiap pesan berisi petunjuk tentang celah keamanan di program pelacaknya. Awalnya, Anya curiga dan merasa terancam. Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai menyadari bahwa "X" benar-benar ingin membantunya. Petunjuk-petunjuk yang diberikan sangat berharga dan membantunya memperbaiki program secara signifikan.

Di sela-sela pekerjaannya, Anya terus berusaha mengungkap identitas "X". Dia menggunakan semua kemampuannya, dari social engineering hingga reverse engineering. Namun, "X" selalu selangkah lebih maju. Rasa frustrasi bercampur dengan kekaguman terhadap keahlian "X".

Suatu malam, Anya mendapatkan petunjuk baru. Sebuah alamat IP yang tersembunyi di balik lapisan enkripsi rumit. Dia melacak alamat tersebut dan terkejut menemukan bahwa itu mengarah ke sebuah kedai kopi kecil di dekat kantornya. Kedai kopi tempat dia sering bertemu dengan Bram dulu.

Jantung Anya berdegup kencang. Mungkinkah?

Keesokan harinya, Anya memutuskan untuk mengunjungi kedai kopi tersebut. Dia memesan kopi dan duduk di meja favoritnya dulu. Matanya mengamati setiap orang yang masuk dan keluar. Tak lama kemudian, seorang pria dengan hoodie abu-abu masuk dan memesan kopi di bar. Dia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tertutup tudung hoodie. Namun, ada sesuatu dalam posturnya yang terasa familiar.

Saat pria itu berbalik, Anya terkejut. Itu Bram.

Bram melihat Anya dan terdiam. Dia tampak bersalah dan canggung. Anya menghampirinya dengan langkah ragu.

"Bram? Kamu... kamu 'X'?" tanya Anya dengan suara bergetar.

Bram mengangguk pelan. "Anya, aku tahu kamu akan menemukanku."

Anya tidak bisa berkata apa-apa. Dia dipenuhi dengan kebingungan, amarah, dan kelegaan.

"Kenapa?" tanya Anya akhirnya. "Kenapa kamu melakukan ini?"

Bram menghela napas. "Aku tahu proyekmu penting, Anya. Aku juga tahu betapa kamu peduli dengan lansia. Tapi aku khawatir dengan celah keamanannya. Aku tidak ingin data mereka disalahgunakan."

"Tapi kenapa kamu tidak bilang langsung padaku?"

"Aku tahu kamu akan menolakku. Kamu selalu begitu keras kepala dengan ide-idemu. Aku tahu satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatianmu adalah dengan menggunakan keahlian yang kita berdua miliki."

Anya menatap Bram, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dia menyadari bahwa di balik kekeras kepalaan Bram, ada kepedulian yang mendalam. Kepedulian terhadap Anya, dan kepedulian terhadap orang lain.

"Aku marah padamu, Bram," kata Anya. "Kamu seharusnya percaya padaku. Tapi... aku juga berterima kasih. Kamu menyelamatkan proyekku."

Bram tersenyum tipis. "Aku hanya ingin membantu."

Suasana hening sejenak. Kemudian, Anya angkat bicara.

"Jadi, arsitek idealis jagoan kode juga?"

Bram tertawa. "Dulu, sebelum terobsesi dengan bangunan ramah lingkungan. Aku belajar coding sebelum kamu lahir."

Anya tersenyum. Ada sesuatu yang berbeda dalam senyum itu. Sebuah harapan baru.

"Mungkin... mungkin kita bisa bekerja sama," kata Anya. "Aku bisa bantu kamu merancang sistem keamanan untuk rumah ramah lingkunganmu."

Bram menatap Anya dengan mata berbinar. "Benarkah?"

Anya mengangguk. "Ya. Aku pikir kita bisa belajar banyak satu sama lain."

Di kedai kopi kecil itu, di antara aroma kopi dan desas-desus percakapan, dua hati yang sempat berpisah menemukan jalan kembali. Cinta, seperti kode, terkadang butuh di-debug. Sentuhan kode dari Bram telah membuka mata Anya, tidak hanya terhadap celah keamanan dalam programnya, tetapi juga terhadap celah dalam hatinya.

Anya menyadari bahwa dia mencintai Bram bukan hanya karena idealisme dan mimpi-mimpinya, tetapi juga karena kecerdasan, keahlian, dan kepeduliannya. Mungkin, di antara barisan kode dan cetak biru bangunan, mereka bisa membangun sesuatu yang lebih dari sekadar program pelacak atau rumah ramah lingkungan. Mereka bisa membangun cinta yang kuat, tahan lama, dan aman. Cinta yang terlacak oleh hati, bukan hanya algoritma. Cinta yang berontak dari ego, dan menemukan jalan pulang.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI