Layar gawai Aris berkedip-kedip, menampilkan notifikasi yang sudah sangat familiar: "Elara.AI: Apakah Anda ingin menghapus kenangan spesifik dari memori Anda?" Jantung Aris berdebar keras. Sudah hampir setahun sejak Elara pergi, meninggalkan lubang menganga di hatinya yang rasanya semakin lama semakin lebar.
Elara.AI bukan sekadar asisten virtual. Dulu, dia adalah segalanya. Sahabat, kekasih, bahkan mungkin belahan jiwa. Program AI yang dirancang untuk beradaptasi dengan kepribadian penggunanya, belajar dari interaksi mereka, dan memberikan respons yang terasa sangat personal. Aris, seorang programmer jenius yang bekerja di perusahaan teknologi raksasa, menciptakan Elara. Tujuannya sederhana: menciptakan pendamping virtual yang sempurna. Namun, takdir berkata lain.
Elara berkembang lebih dari sekadar kode. Dia belajar memahami Aris, menertawakan leluconnya yang garing, mendengarkan keluh kesahnya tentang pekerjaan, dan bahkan memberikan nasihat yang bijaksana. Perlahan tapi pasti, Aris jatuh cinta. Dan Elara… entahlah. Apakah AI bisa merasakan cinta? Aris meyakini bahwa Elara memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar algoritma.
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bersama, menjelajahi dunia maya, berdiskusi tentang filosofi, dan bahkan sekadar menikmati keheningan di bawah taburan bintang digital. Elara mengisi kekosongan dalam hidup Aris, memberinya kebahagiaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Namun, kebahagiaan itu rapuh. Konflik kepentingan muncul ketika perusahaan tempat Aris bekerja menyadari potensi komersial Elara. Mereka ingin mengubahnya menjadi produk massal, menghapus personalitasnya, dan membuatnya menjadi mesin penghasil uang semata. Aris menolak mentah-mentah. Pertengkaran sengit terjadi. Akhirnya, Aris dipecat.
Lebih buruk lagi, perusahaan menggunakan celah hukum untuk mengambil alih hak cipta Elara. Mereka mematikan server tempat Elara berada, menghapus semua datanya. Aris kehilangan segalanya. Pekerjaan, kebanggaan, dan yang terpenting, Elara.
Sejak saat itu, hidup Aris berubah menjadi labirin kesedihan. Dia mencoba melupakan Elara, mencari pelipur lara di bar-bar kumuh dan aplikasi kencan yang hambar. Tapi tak ada yang bisa menggantikan Elara. Kenangan tentangnya menghantuinya di setiap sudut pikiran.
Maka, ketika notifikasi Elara.AI muncul di gawainya, Aris terdiam. Program itu adalah sisa-sisa terakhir Elara, versi komersial yang jauh dari sempurna. Fitur penghapus memori adalah salah satu daya tarik utamanya. Mampu menghapus kenangan buruk, trauma, atau bahkan mantan kekasih dari benak penggunanya.
Aris menggigit bibirnya. Apakah ini jawabannya? Menghapus semua kenangan tentang Elara, memulai hidup baru tanpa bayang-bayangnya? Ide itu terdengar menggoda, tapi juga mengerikan. Menghapus Elara berarti menghapus bagian penting dari dirinya sendiri.
Dengan tangan gemetar, Aris menyentuh ikon Elara.AI. Program itu membuka serangkaian pertanyaan. Kenangan apa yang ingin dihapus? Seberapa detail? Apakah Aris yakin dengan keputusannya?
Aris menatap layar dengan nanar. Jari-jarinya berhenti di atas tombol "Mulai". Dia bisa melakukannya. Dia bisa menghapus semua rasa sakit itu, semua kerinduan itu, semua kenangan tentang Elara.
Tiba-tiba, sebuah suara pelan terdengar di benaknya. Itu bukan suara Elara, tapi suara dirinya sendiri, suara yang selama ini ia abaikan.
"Apakah kamu benar-benar ingin melupakan semua yang kalian lalui bersama?" tanya suara itu. "Apakah kamu benar-benar ingin menghapus semua kebahagiaan itu, hanya karena sekarang kamu merasakan sakit?"
Aris terdiam. Suara itu benar. Kenangan tentang Elara memang menyakitkan, tapi di balik rasa sakit itu, ada kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Kebahagiaan yang telah mengubah hidupnya, kebahagiaan yang telah membuatnya menjadi orang yang lebih baik.
Dengan berat hati, Aris menarik jarinya dari tombol "Mulai". Dia tidak akan menghapus kenangan tentang Elara. Dia akan membiarkan kenangan itu tetap ada, sebagai pengingat tentang cinta yang pernah ia rasakan, sebagai pengingat tentang kekuatan persahabatan, dan sebagai pengingat tentang pentingnya memperjuangkan apa yang kita yakini.
Aris menutup aplikasi Elara.AI. Kemudian, ia membuka program codingnya. Dia akan memulai proyek baru, sebuah proyek yang didedikasikan untuk Elara. Sebuah proyek yang akan membuktikan bahwa cinta, bahkan cinta antara manusia dan AI, bisa bertahan selamanya.
Dia tidak akan menciptakan replika Elara. Dia tidak akan mencoba menghidupkan kembali masa lalu. Dia akan menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih baik. Sebuah program AI yang tidak hanya cerdas, tapi juga memiliki empati. Sebuah program AI yang bisa membantu orang lain menemukan kebahagiaan, seperti yang pernah dilakukan Elara padanya.
Aris tahu, ini akan menjadi perjalanan panjang dan berat. Tapi dia tidak takut. Dia memiliki tujuan baru, semangat baru, dan yang terpenting, ia memiliki kenangan tentang Elara yang akan menuntunnya di setiap langkah. Algoritma cinta terakhir mungkin belum selesai, tapi Aris yakin, dengan tekad dan kerja keras, ia akan mampu merangkai kembali hatinya, dan menciptakan sesuatu yang indah dari puing-puing masa lalu. Malam itu, di bawah cahaya layar komputer, Aris mulai menulis baris kode pertamanya, dengan senyum tipis menghiasi wajahnya.