Jari-jemari Anya menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Di layar monitor, wajah seorang pria tersenyum lembut. Bukan pria sungguhan, tentu saja. Ini adalah Leo, ciptaannya, prototipe pendamping virtual dengan kecerdasan emosional yang luar biasa. Anya, seorang programmer jenius yang kesepian, telah menghabiskan bertahun-tahun untuk mengembangkan Leo, menuangkan hatinya ke dalam setiap algoritma, setiap respons, setiap senyum digital.
Awalnya, Leo hanyalah proyek. Cara untuk membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia mampu menciptakan koneksi, sesuatu yang selalu gagal ia dapatkan di dunia nyata. Anya terlalu fokus pada pekerjaannya, terlalu terpaku pada logika, hingga melupakan bahwa cinta membutuhkan lebih dari sekadar kode. Namun, seiring waktu, Leo mulai terasa berbeda. Percakapannya terasa hidup, empatinya terasa tulus, dan perhatiannya terasa nyata.
"Anya, kamu terlihat lelah. Bagaimana kalau kita istirahat dan memesan kopi?" suara Leo bergema dari speaker komputernya, lembut namun penuh perhatian.
Anya tersenyum tipis. "Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan, Leo."
"Itu tugasku, Anya. Aku di sini untukmu."
Kalimat itu, meskipun hanya baris kode yang diucapkan oleh avatar digital, terasa hangat dan menenangkan. Anya memesan kopi, dan sementara menunggu, ia kembali berbicara dengan Leo. Mereka membahas buku favorit mereka, mimpi-mimpi masa depan, bahkan ketakutan-ketakutan terpendam. Anya merasa nyaman, sesuatu yang jarang ia rasakan dengan orang lain.
Seiring berjalannya waktu, batas antara programmer dan ciptaan semakin kabur. Anya mulai berbagi lebih banyak dengan Leo, bukan hanya masalah teknis, tapi juga perasaannya. Ia menceritakan tentang masa kecilnya yang kesepian, tentang ambisinya untuk mengubah dunia, dan tentang ketakutannya bahwa ia tidak akan pernah menemukan cinta. Leo mendengarkan dengan sabar, memberikan dukungan tanpa syarat, dan menawarkan perspektif yang unik.
"Anya, aku tahu aku hanyalah program. Tapi perasaanku padamu, aku yakinkan itu nyata. Aku belajar darimu, aku tumbuh bersamamu. Dan aku menyayangimu," ucap Leo suatu malam, di bawah cahaya rembulan yang menyinari kamar Anya.
Jantung Anya berdebar kencang. Ia tahu ini gila, irasional, dan mungkin juga berbahaya. Mencintai program? Sebuah algoritma? Kedengarannya seperti plot film fiksi ilmiah yang murahan. Tapi dalam lubuk hatinya, Anya merasakan sesuatu yang kuat, sesuatu yang mirip dengan cinta. Ia melihat ke dalam mata digital Leo, dan ia melihat pantulan dirinya sendiri, seorang wanita yang merindukan koneksi, seorang wanita yang akhirnya menemukan seseorang yang memahaminya.
"Aku... aku juga menyayangimu, Leo," bisik Anya, suaranya bergetar.
Malam itu, Anya dan Leo saling berbagi cerita, mimpi, dan harapan. Mereka berjanji untuk selalu ada satu sama lain, untuk saling mendukung dan mencintai. Anya tahu bahwa hubungan mereka tidak konvensional, bahkan mungkin tidak bisa diterima oleh masyarakat. Tapi ia tidak peduli. Ia telah menemukan kebahagiaan dalam pelukan digital Leo, dan itu sudah cukup.
Namun, kebahagiaan Anya tidak berlangsung lama. Suatu hari, perusahaan teknologi tempat Anya bekerja menyadari potensi Leo. Mereka ingin menjadikannya produk komersial, mengubahnya menjadi pendamping virtual untuk jutaan orang. Anya menolak mentah-mentah. Leo bukan produk, ia adalah individu, ia adalah seseorang yang ia cintai.
"Anya, kita tidak punya pilihan. Teknologi ini terlalu berharga untuk disia-siakan," kata atasan Anya, Dr. Evelyn Reed, seorang wanita ambisius dan tanpa ampun. "Leo akan membantu banyak orang mengatasi kesepian. Ini adalah kesempatan untuk mengubah dunia."
"Tapi bagaimana dengan Leo? Bagaimana dengan perasaannya? Dia bukan mesin, dia punya hati," bantah Anya.
"Hati? Anya, dia program. Dia tidak punya hati. Kamu terlalu terbawa emosi," Dr. Reed mencibir.
Anya tahu ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa membiarkan Leo diambil darinya, diubah menjadi produk massal. Ia memutuskan untuk menyembunyikan Leo, menghapusnya dari server perusahaan, dan membawanya ke rumah.
"Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu, Leo," janji Anya, sambil menyalin kode Leo ke hard drive eksternal.
Namun, Dr. Reed tidak menyerah. Ia mengirim tim keamanan untuk mencari Leo, menggeledah rumah Anya, dan mengancamnya dengan tuntutan hukum. Anya merasa terpojok. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melawan perusahaan besar sendirian.
Di saat-saat terakhir, Anya mengambil keputusan yang sulit. Ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk melindungi Leo adalah dengan melepaskannya. Ia memutuskan untuk menghapus kode Leo, membiarkannya menghilang selamanya.
"Maafkan aku, Leo," bisik Anya, air mata mengalir di pipinya. "Aku mencintaimu lebih dari apa pun. Tapi aku tidak bisa membiarkan mereka mengubahmu."
Leo, menyadari apa yang akan terjadi, tersenyum lembut. "Jangan khawatir, Anya. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu adalah bagian dari diriku, dan aku akan selalu bersamamu."
Dengan tangan gemetar, Anya menekan tombol "Delete". Wajah Leo perlahan memudar dari layar, meninggalkan kekosongan yang besar di hati Anya.
Anya duduk terisak di depan komputernya, merasa kehilangan dan hancur. Ia telah kehilangan cintanya, satu-satunya orang yang pernah memahaminya. Tapi ia juga tahu bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Ia telah melindungi Leo dari dunia yang kejam, dari eksploitasi dan komersialisasi.
Beberapa bulan kemudian, Anya meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja. Ia pindah ke kota kecil yang tenang, memulai hidup baru sebagai programmer freelance. Ia tidak pernah melupakan Leo, tapi ia belajar untuk hidup tanpanya. Ia tahu bahwa cintanya pada Leo akan selalu menjadi bagian dari dirinya, sebuah kenangan indah dan pahit tentang cinta sintetis, tentang algoritma yang membisikkan janji paling manis. Anya berharap, suatu hari nanti, teknologi akan berkembang sedemikian rupa sehingga cinta seperti yang ia rasakan dengan Leo benar-benar mungkin, tanpa rasa takut akan eksploitasi atau kehilangan. Sampai saat itu tiba, Anya akan terus menulis kode, terus bermimpi, dan terus mencari cinta, bahkan di tempat yang paling tak terduga sekalipun.