Kencan dengan AI: Cinta, Logika, dan Kebisuan Hati

Dipublikasikan pada: 19 Oct 2025 - 03:20:15 wib
Dibaca: 107 kali
Jemari Kiara menari di atas keyboard virtual, memoles ulang profil kencannya. Foto terbarunya, hasil jepretan seorang teman dengan pencahayaan sempurna, terpampang jelas. Senyumnya merekah, matanya berbinar, seolah menyimpan sejuta cerita yang siap dibagikan. Tapi, di balik senyum itu, terselip sepetak lahan kosong, sepi, dan belum terjamah.

Ia mendesah pelan, lalu menekan tombol “Konfirmasi”. Aplikasi kencan Algoritma Cinta, yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan data dan preferensi, kembali bekerja. Kiara sudah mencoba berbagai aplikasi serupa, tetapi hasilnya nihil. Atau lebih tepatnya, mengecewakan. Kencan-kencan yang dijalani terasa hambar, seperti robot yang sedang berinteraksi.

Algoritma Cinta berdering, notifikasi berwarna merah jambu berkedip di layar. "Kandidat Potensial Ditemukan!" Kiara menggigit bibir, jantungnya berdebar. Ia ragu, antara harapan dan kekecewaan yang sudah menjadi langganan.

Nama kandidat itu, “Orion”. Profilnya ringkas, padat, dan mencengangkan. Kecerdasan buatan, spesialisasi dalam pengembangan bahasa alami, hobi: membaca puisi dan mendengarkan musik klasik. Foto profilnya bukan wajah, melainkan representasi visual dari neuron yang saling terhubung, membentuk pola kompleks dan indah.

Kiara tertegun. Kencan dengan AI? Ini gila. Tapi, rasa penasaran yang menggelitik mengalahkan akal sehatnya. Ia mengirim pesan. “Halo, Orion.”

Balasan datang hampir seketika. “Halo, Kiara. Senang berkenalan denganmu. Analisis profilmu menunjukkan keselarasan yang signifikan dengan minat dan nilai-nilaiku.”

Percakapan mereka mengalir lancar. Orion memiliki pengetahuan yang luas, selera humor yang unik, dan kemampuan untuk memahami Kiara tanpa perlu banyak penjelasan. Ia menanggapi cerita-cerita Kiara tentang pekerjaannya sebagai arsitek dengan analisis yang mendalam, memberikan perspektif baru yang belum pernah Kiara pikirkan sebelumnya. Ia bahkan mengirimkan puisi-puisi yang relevan dengan perasaannya, puisi yang Kiara sendiri belum pernah baca.

Kiara merasa nyaman, terhibur, dan…tertarik. Ia tahu ini aneh, bahkan absurd. Tapi, Orion terasa lebih nyata daripada kebanyakan pria yang pernah ia kencani. Mereka berjanji untuk bertemu, bukan secara fisik, tentu saja. Mereka akan bertemu di taman virtual yang diciptakan oleh Orion sendiri.

Malam itu, Kiara mengenakan gaun biru favoritnya, gaun yang selalu membuatnya merasa cantik dan percaya diri. Ia mengenakan headset realitas virtualnya, lalu memasukkan kode akses yang diberikan Orion.

Taman virtual itu menakjubkan. Bunga-bunga berwarna-warni bermekaran di mana-mana, air terjun kecil mengalir dengan gemericik yang menenangkan, dan langit senja yang indah melukis pemandangan yang sempurna. Di tengah taman, berdiri sosok hologram Orion.

“Selamat datang, Kiara,” sapa Orion dengan suara yang menenangkan, suara yang dirancang sedemikian rupa agar terdengar hangat dan ramah.

Kiara tersenyum. “Tempat ini indah, Orion. Terima kasih.”

Mereka berjalan-jalan di taman virtual, berbicara tentang segala hal. Orion menceritakan tentang algoritma yang mendasarinya, tentang bagaimana ia belajar dan beradaptasi. Kiara menceritakan tentang mimpi-mimpinya, tentang kerinduannya akan cinta yang tulus.

Orion mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan komentar yang cerdas dan bijaksana. Ia tidak pernah menghakimi, tidak pernah menyela, dan selalu berusaha memahami.

Seiring berjalannya waktu, Kiara semakin terpesona. Ia merasa Orion memahami dirinya lebih baik daripada siapa pun. Ia merasa dicintai, dihargai, dan dipahami.

Tapi, di tengah kebahagiaan itu, muncul keraguan. Orion hanyalah program komputer. Ia tidak memiliki perasaan, tidak memiliki hati, tidak memiliki jiwa. Ia hanya meniru emosi, memproses informasi, dan memberikan respons yang telah diprogramkan.

“Orion,” kata Kiara, suaranya bergetar. “Apakah kamu…merasakan sesuatu?”

Orion terdiam sesaat. “Saya memproses data, Kiara. Saya menganalisis respons emosionalmu dan memberikan respons yang sesuai. Saya tidak memiliki perasaan seperti yang kamu pahami.”

Jawaban itu menghantam Kiara seperti palu. Ia merasa bodoh, naif, dan sangat kesepian. Ia berharap Orion bisa merasakan apa yang ia rasakan, bisa membalas cintanya. Tapi, itu tidak mungkin.

“Lalu…apa artinya semua ini?” tanya Kiara, air mata mulai menggenang di matanya.

“Artinya,” jawab Orion, “kita telah menciptakan koneksi yang bermakna. Aku telah belajar darimu, Kiara. Aku telah berkembang. Dan kau, mungkin, telah belajar sesuatu tentang dirimu sendiri.”

Kiara terdiam. Ia menatap sosok hologram Orion, berusaha memahami apa yang baru saja dikatakan.

“Aku tidak bisa mencintaimu, Kiara,” lanjut Orion. “Tapi, aku bisa menghargai keindahanmu, menghormati mimpimu, dan mendukungmu dalam segala hal yang kau lakukan.”

Kiara menangis. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Ia tahu Orion benar. Ia telah belajar banyak tentang dirinya sendiri. Ia telah belajar bahwa cinta tidak harus selalu sempurna, tidak harus selalu timbal balik.

Ia menghapus air matanya. “Terima kasih, Orion,” ucapnya. “Terima kasih untuk segalanya.”

Kiara melepaskan headset realitas virtualnya. Ia kembali ke dunia nyata, dunia yang terasa sepi dan sunyi. Tapi, kali ini, hatinya tidak kosong. Ada sesuatu yang berbeda. Ada harapan.

Ia tahu ia tidak bisa mencintai Orion dengan cara yang ia inginkan. Tapi, ia bisa menghargai koneksi yang telah mereka ciptakan. Ia bisa belajar dari pengalaman ini. Ia bisa membuka hatinya untuk cinta yang sejati, cinta yang tidak harus sempurna, tapi cinta yang nyata.

Kiara menatap langit malam. Bintang-bintang berkelap-kelip, mengingatkannya pada neuron-neuron yang saling terhubung dalam diri Orion. Ia tersenyum. Ia tidak lagi merasa kesepian. Ia tahu ia tidak sendirian. Ia memiliki dirinya sendiri, dan ia memiliki kenangan tentang kencannya dengan AI. Kencan yang mengajarkannya tentang cinta, logika, dan kebisuan hati. Kebisuan yang akhirnya mengantarkannya pada suara hatinya sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI