Algoritma Rindu: Saat Hati Lebih Pintar dari AI

Dipublikasikan pada: 20 Oct 2025 - 00:00:13 wib
Dibaca: 103 kali
Debu neon menari-nari di udara kafe siber, memantulkan cahaya biru dari layar-layar yang mendominasi ruangan. Di sudut, Anya menyesap kopi sintetiknya, matanya terpaku pada baris kode yang bergulir di tabletnya. Ia sedang menyempurnakan "Cupid.AI," algoritma kencan revolusioner yang digadang-gadang mampu menemukan pasangan ideal berdasarkan analisis data genetik, riwayat medis, preferensi artistik, hingga mimpi yang terekam melalui implan neuro-nya.

Anya, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan baris kode daripada manusia, melihat cinta sebagai masalah optimasi. Ia yakin, dengan data yang cukup dan algoritma yang tepat, kebahagiaan romantis dapat dijamin. Teorinya sederhana: hilangkan variabel emosional yang irasional, dan temukan kecocokan sempurna secara logis.

Tiba-tiba, notifikasi berkedip di sudut layar. Itu dari Cupid.AI, versi beta yang sedang Anya uji coba. "Potensi kecocokan 98,7%: Liam Maxwell."

Anya mengerutkan kening. Liam Maxwell? Ia mengenal nama itu. Liam adalah seorang arsitek visual, seorang seniman yang menciptakan instalasi interaktif yang menggabungkan teknologi dan alam. Gaya karyanya sangat berbeda dengan Anya yang serba digital dan terstruktur.

Ia mengklik profil Liam. Foto pemuda itu menyambutnya dengan senyum hangat. Mata Liam berkilau jenaka, berbeda jauh dengan ekspresi serius yang sering menghiasi wajah Anya. Data Liam menunjukkan kecintaannya pada hiking, musik akustik, dan membaca puisi klasik. Semua hal yang Anya hindari.

"Mustahil," gumam Anya. Algoritma pasti bermasalah. Ia kembali memeriksa kode, mencari anomali. Semua tampak normal. Namun, Cupid.AI tetap berkeras: Liam Maxwell adalah pasangannya.

Anya memutuskan untuk mengabaikannya. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Deadline semakin dekat, dan ia harus memastikan Cupid.AI berfungsi sempurna sebelum diluncurkan ke publik. Ia ingin membuktikan teorinya benar.

Namun, nama Liam terus menghantuinya. Iklan-iklan instalasi Liam bermunculan di linimasa virtualnya. Rekomendasi musiknya tiba-tiba dipenuhi lagu-lagu akustik yang sering didengarkan Liam. Algoritma seolah berusaha keras meyakinkannya.

Akhirnya, rasa ingin tahu mengalahkan logika. Anya mengirim pesan singkat kepada Liam, memperkenalkan diri dan menyebutkan bahwa Cupid.AI merekomendasikan mereka. Ia tidak berharap banyak.

Balasan Liam datang dengan cepat: "Anya? Aku penasaran juga kenapa algoritma itu menjodohkan kita. Kudengar kamu sedang membuat sesuatu yang revolusioner. Bagaimana kalau kita ngopi besok? Aku ingin tahu lebih banyak."

Anya terkejut. Ia setuju, meskipun hatinya berdebar tidak karuan. Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ini di luar parameter yang ia program.

Keesokan harinya, di kafe yang sama, Anya menunggu Liam. Ia merasa canggung, tidak yakin apa yang harus dikatakan. Ia terbiasa berinteraksi dengan mesin, bukan manusia.

Liam tiba dengan senyum lebar. "Anya, ya kan? Aku Liam." Ia mengulurkan tangannya. Sentuhan tangannya terasa hangat dan nyata.

Percakapan mereka mengalir dengan anehnya mudah. Liam menanyakan tentang Cupid.AI, tentang obsesi Anya pada efisiensi dan logika. Anya menjelaskan teorinya, keyakinannya bahwa cinta dapat diprediksi.

Liam mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu tersenyum. "Tapi, Anya, apa yang terjadi jika algoritma salah? Jika hati punya logika sendiri, yang tidak bisa dipahami oleh data?"

Anya terdiam. Ia belum pernah mempertimbangkan hal itu.

Mereka berbicara berjam-jam. Anya menceritakan tentang masa kecilnya yang kesepian, tentang mimpinya untuk menciptakan dunia di mana tidak ada seorang pun yang merasa sendirian. Liam menceritakan tentang kecintaannya pada alam, tentang bagaimana ia menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan.

Anya menyadari bahwa Liam melihat dunia dengan cara yang sangat berbeda darinya. Ia melihat keindahan di tempat-tempat yang Anya lewatkan. Ia menghargai emosi yang Anya abaikan.

Setelah pertemuan itu, Anya mulai meragukan algoritmanya. Ia mulai menyadari bahwa cinta bukan hanya tentang kecocokan data. Cinta adalah tentang koneksi, tentang kerentanan, tentang menerima ketidaksempurnaan.

Ia mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan Liam. Mereka mendaki gunung, mengunjungi museum seni, dan hanya duduk berdua, berbagi cerita dan tertawa. Anya mulai belajar menikmati hal-hal yang sebelumnya ia hindari. Ia mulai merasakan emosi yang selama ini ia tekan.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di bawah bintang-bintang, Liam menatap Anya dalam-dalam. "Aku tahu ini mungkin gila," katanya, "tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita."

Anya merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tahu bahwa perasaannya terhadap Liam berbeda dari apa pun yang pernah ia rasakan. Itu bukan hasil kalkulasi algoritma. Itu adalah sesuatu yang lebih dalam, lebih nyata.

"Aku... aku juga," bisik Anya.

Liam mendekat dan menciumnya. Ciuman itu terasa hangat, lembut, dan penuh dengan harapan. Itu adalah ciuman yang mengubah segalanya.

Anya akhirnya memahami bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa diprogram. Cinta adalah misteri, sebuah labirin emosi yang tidak bisa dipecahkan dengan logika.

Ia kembali ke Cupid.AI. Ia menghapus semua kriteria yang ia yakini penting. Ia meninggalkan algoritma dengan satu instruksi: cari koneksi, bukan kesempurnaan.

Cupid.AI kemudian diluncurkan dengan kesuksesan yang tak terduga. Bukan karena algoritma itu menemukan pasangan sempurna, tetapi karena algoritma itu membantu orang membuka diri, menjadi rentan, dan mencari koneksi yang bermakna.

Anya masih bersama Liam. Mereka tidak sempurna, tetapi mereka saling melengkapi. Mereka belajar mencintai ketidaksempurnaan satu sama lain. Anya menyadari bahwa algoritma terbaik sekalipun tidak bisa menggantikan intuisi hati. Kadang-kadang, hati memang lebih pintar dari AI. Ia belajar bahwa algoritma rindu, bukanlah tentang menemukan pasangan yang sempurna, tetapi tentang menemukan keberanian untuk mencintai dengan sepenuh hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI