Hati dalam Komputasi Awan: Cinta, Data, dan Algoritma

Dipublikasikan pada: 18 Nov 2025 - 01:20:14 wib
Dibaca: 128 kali
Debu neon berterbangan di udara Kota Cyberia, memantulkan cahaya holografis dari iklan apartemen vertikal dan restoran ramen robotik. Anya, dengan rambut dicat lavender dan jaket kulit berhiaskan LED, menggigil meskipun suhu udara diatur otomatis. Ia menatap layar datapadnya, gigit jari. Aplikasi kencan "Soulmate Algorithm" yang ia percaya sepenuh hati, akhirnya memberikan hasil: kompatibilitas 98% dengan seorang pria bernama Kai.

Kai bekerja sebagai arsitek sistem di perusahaan komputasi awan raksasa, "Nimbus Solutions". Anya, seorang desainer grafis lepas yang karyanya sering viral di media sosial, merasa gugup. Kompatibilitas tinggi berdasarkan algoritma memang menjanjikan, tapi bagaimana jika di dunia nyata, api asmara tak menyala? Pertanyaan itu terus berputar di benaknya.

Mereka sepakat bertemu di "The Binary Cafe", sebuah kedai kopi yang dindingnya dipenuhi kode biner yang bergerak dinamis. Ketika Kai tiba, Anya terkejut. Foto profilnya di aplikasi memang menawan, tapi di hadapannya, Kai jauh lebih menarik. Sorot matanya teduh, senyumnya tulus, dan aura kecerdasannya terasa kuat. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak sederhana dan celana jeans, kontras dengan kebanyakan pria Kota Cyberia yang gemar pakaian futuristik.

"Anya?" sapa Kai, suaranya renyah.

"Kai?" jawab Anya, jantungnya berdebar tak karuan.

Percakapan mengalir lancar. Mereka berbicara tentang kecintaan mereka pada seni digital, ketertarikan mereka pada kecerdasan buatan, bahkan tentang kerinduan mereka pada dunia analog yang sederhana. Anya terpukau dengan bagaimana Kai menjelaskan arsitektur sistem komputasi awan. Ia menceritakan bagaimana jutaan bit data saling terhubung, membentuk jaringan informasi yang kompleks, mirip dengan bagaimana pikiran dan emosi manusia saling berhubungan.

"Bayangkan," kata Kai, "setiap koneksi data adalah sebuah emosi, setiap server adalah sebuah organ tubuh. Komputasi awan adalah representasi digital dari jiwa manusia."

Anya terdiam. Perkataan Kai menyentuh sesuatu yang dalam dalam dirinya. Ia selalu melihat teknologi sebagai alat, tapi Kai melihatnya sebagai perpanjangan dari kemanusiaan.

Setelah pertemuan itu, mereka mulai berkencan. Kai membawanya ke galeri seni virtual, mendengarkan musik synthesizer eksperimental di klub bawah tanah, dan bahkan mengajaknya menikmati matahari terbenam di taman atap Nimbus Solutions, pemandangan Kota Cyberia yang berkilauan terbentang luas di hadapan mereka.

Anya merasa jatuh cinta. Algoritma Soulmate Algorithm ternyata benar. Kai adalah belahan jiwanya, pria yang ia cari selama ini. Ia merasa aman, dipahami, dan dicintai. Ia mulai membayangkan masa depan bersama Kai, membangun keluarga, dan menua bersama di tengah hiruk pikuk Kota Cyberia.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama.

Suatu malam, saat Anya sedang mendesain logo untuk perusahaan startup, Kai menghubunginya dengan suara panik. "Anya, kita harus bertemu sekarang."

Mereka bertemu di "The Binary Cafe", tempat pertama kali mereka bertemu. Kai terlihat pucat dan gelisah. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.

"Nimbus Solutions... mereka sedang mengembangkan program AI yang sangat canggih. Program ini bisa menganalisis data pribadi seseorang dengan sangat detail, bahkan lebih akurat dari Soulmate Algorithm."

Anya mengerutkan kening. "Itu terdengar menakutkan."

"Lebih dari itu," kata Kai, suaranya bergetar. "Mereka menggunakan data dari Soulmate Algorithm untuk melatih AI tersebut. Mereka... mereka memanipulasi algoritma untuk mencocokkan orang-orang yang paling cocok untuk program tertentu."

Anya terdiam. Ia mulai memahami ke mana arah pembicaraan ini.

"Anya... kompatibilitas 98% kita... itu bukan kebetulan."

Dunia Anya runtuh. Selama ini, ia percaya bahwa cintanya pada Kai adalah tulus, alami, dan berdasarkan koneksi jiwa. Tapi sekarang, ia tahu bahwa itu adalah hasil manipulasi data, rekayasa algoritma, dan perhitungan yang dingin.

"Kau... kau tahu tentang ini?" tanya Anya, suaranya tercekat.

Kai menunduk. "Aku baru tahu beberapa minggu yang lalu. Aku ingin keluar dari Nimbus Solutions, tapi mereka mengancamku. Mereka bilang, jika aku membocorkan rahasia ini, mereka akan menghapus semua dataku, menghapus keberadaanku dari internet."

Anya berdiri. Air mata mengalir di pipinya. Ia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Kai, tapi juga oleh teknologi yang selama ini ia percayai.

"Aku tidak bisa," kata Anya, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa mencintai seseorang yang dibangun di atas kebohongan dan manipulasi."

Ia berbalik dan berlari keluar dari kafe, meninggalkan Kai sendirian di tengah debu neon Kota Cyberia.

Beberapa bulan kemudian, Anya telah pindah dari Kota Cyberia. Ia tinggal di sebuah desa kecil yang terpencil, jauh dari hiruk pikuk teknologi. Ia mulai melukis dengan cat air, menanam sayuran di kebun kecilnya, dan menikmati kesunyian alam. Ia menghapus akun media sosialnya dan berhenti menggunakan aplikasi kencan.

Suatu sore, saat Anya sedang melukis pemandangan matahari terbenam, ia menerima pesan dari nomor yang tidak dikenal.

"Anya, aku tahu kau membenciku. Tapi aku harus memberitahumu. Aku sudah membocorkan informasi tentang program AI Nimbus Solutions. Sekarang, mereka sedang diselidiki. Aku tahu ini tidak akan mengembalikan cintamu, tapi aku harap ini bisa memberimu kedamaian."

Anya menatap pesan itu. Ia tidak tahu apakah ia bisa memaafkan Kai. Tapi, ia tahu bahwa Kai telah melakukan hal yang benar. Ia telah memilih kebenaran di atas keamanan, kejujuran di atas manipulasi.

Mungkin, pikir Anya, cinta tidak bisa ditemukan dalam algoritma atau komputasi awan. Mungkin, cinta hanya bisa ditemukan dalam hati manusia yang tulus dan berani. Dan mungkin, suatu hari nanti, ia akan bisa membuka hatinya lagi, untuk seseorang yang mencintainya bukan karena data, tapi karena dirinya sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI