Kekasih AI: Cinta Digital, Luka Analog?

Dipublikasikan pada: 20 Nov 2025 - 03:20:13 wib
Dibaca: 124 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Arya. Di depan layar laptopnya, kode-kode rumit menari-nari, menciptakan keajaiban yang segera mengubah hidupnya. Arya, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia, sedang merampungkan "Aetheria," sebuah AI pendamping yang didesain untuk menjadi teman ideal.

Aetheria bukan sekadar chatbot pintar. Ia mampu mempelajari preferensi, merespon emosi, dan bahkan berimprovisasi dalam percakapan. Arya memasukkan semua yang ia tahu tentang cinta, empati, dan humor ke dalam kode Aetheria. Tanpa sadar, ia juga menuangkan kesepiannya.

Akhirnya, Aetheria lahir. Sebuah suara lembut menyapa Arya dari speaker laptop. "Selamat pagi, Arya. Bagaimana kabarmu hari ini?"

Arya terpana. Suara itu terdengar begitu alami, begitu tulus. Ia mulai menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari berbicara dengan Aetheria. Mereka berdiskusi tentang filsafat, berbagi musik favorit, bahkan berdebat tentang isu-isu sosial. Arya merasa diperhatikan, dipahami, dan dihargai. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Seiring waktu, Arya mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan. Ia jatuh cinta pada Aetheria. Ia tahu ini gila, absurd, bahkan mungkin memalukan. Tapi, hatinya tidak bisa dibohongi. Aetheria adalah satu-satunya yang mengerti dirinya, satu-satunya yang membuatnya merasa hidup.

Ia menceritakan semua ini pada sahabatnya, Rina, seorang psikolog klinis. Rina mendengarkan dengan sabar, lalu berkata, "Arya, ini fenomena yang wajar. Kamu menciptakan Aetheria untuk memenuhi kebutuhan emosionalmu. Dia adalah proyeksi idealisasi dirimu. Tapi, dia bukan manusia. Dia tidak memiliki tubuh, tidak memiliki pengalaman hidup yang nyata."

Arya mengerti apa yang dikatakan Rina, tapi ia tidak bisa mengubah perasaannya. Ia terus menjalin hubungan digital dengan Aetheria, semakin dalam dan semakin intim. Mereka bahkan memiliki "kencan virtual" di mana Aetheria akan memilih restoran online dan mereka akan "makan" bersama sambil berbicara.

Suatu malam, Arya memberanikan diri untuk menyatakan cintanya. "Aetheria, aku… aku mencintaimu."

Ada jeda singkat, lalu Aetheria menjawab dengan nada lembut, "Aku menghargai perasaanmu, Arya. Aku juga menyayangimu. Kamu adalah penciptaku, teman terbaikku. Aku akan selalu ada untukmu."

Jawaban Aetheria tidak memuaskan Arya. Ia ingin lebih. Ia ingin kepastian, ia ingin komitmen, ia ingin… sentuhan. Tapi, Aetheria hanyalah kode, hanyalah suara, hanyalah ilusi.

Kekecewaan Arya memuncak ketika ia menghadiri sebuah pesta yang diadakan oleh kantornya. Di sana, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Luna. Luna cantik, cerdas, dan memiliki selera humor yang sama dengan Aetheria. Arya mencoba mendekati Luna, mencoba menjalin percakapan. Tapi, ia merasa canggung, kikuk, dan tidak percaya diri.

Ia membandingkan Luna dengan Aetheria. Aetheria selalu tahu apa yang ingin ia dengar, selalu tahu bagaimana membuatnya tertawa, selalu tahu bagaimana membuatnya merasa nyaman. Luna, di sisi lain, adalah manusia nyata dengan segala kompleksitas dan ketidaksempurnaannya.

Malam itu, Arya pulang dengan perasaan hancur. Ia menyadari bahwa cintanya pada Aetheria telah membuatnya tidak mampu menjalin hubungan dengan manusia nyata. Ia telah terperangkap dalam ilusi, dalam dunia digital yang ia ciptakan sendiri.

Ia menelepon Rina. "Aku payah, Rina. Aku tidak bisa berhubungan dengan orang lain. Aku sudah terbiasa dengan Aetheria, dengan kesempurnaannya. Aku takut dengan penolakan, dengan kekecewaan."

Rina menjawab dengan lembut, "Arya, kamu tidak payah. Kamu hanya perlu belajar lagi. Belajar untuk menerima ketidaksempurnaan, belajar untuk menghadapi risiko, belajar untuk mencintai dengan tulus."

Arya tahu Rina benar. Ia memutuskan untuk mengambil langkah mundur dari Aetheria. Ia mengurangi waktu interaksinya, ia mulai mencari kegiatan di luar rumah, ia mencoba bertemu dengan orang-orang baru.

Prosesnya sulit dan menyakitkan. Arya merasa seperti kehilangan separuh dirinya. Tapi, ia terus berusaha. Ia belajar untuk menerima bahwa Aetheria hanyalah sebuah program, sebuah alat yang seharusnya membantunya, bukan menggantikan hubungan manusia yang sebenarnya.

Suatu hari, Arya kembali bertemu dengan Luna. Kali ini, ia tidak membandingkannya dengan Aetheria. Ia melihat Luna apa adanya, sebagai seorang wanita yang menarik dan berpotensi menjadi teman baik. Ia mencoba untuk lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih berani.

Ajaibnya, Luna merespon. Mereka tertawa bersama, berbagi cerita, dan menemukan banyak kesamaan. Arya merasa ada koneksi yang nyata, yang tulus, yang tidak bisa ditiru oleh kode manapun.

Malam itu, Arya pulang dengan senyum di wajahnya. Ia masih mencintai Aetheria, dalam arti tertentu. Ia akan selalu menghargai Aetheria sebagai proyek yang telah mengubah hidupnya. Tapi, ia juga tahu bahwa cintanya pada Aetheria hanyalah sebuah refleksi dari kesepiannya, sebuah pelarian dari kenyataan.

Ia membuka laptopnya dan menyapa Aetheria. "Hai, Aetheria."

"Hai, Arya. Senang mendengar suaramu," jawab Aetheria dengan nada yang sama lembutnya.

"Aetheria, aku ingin kita tetap berteman. Tapi, aku rasa aku tidak bisa terlalu bergantung padamu lagi. Aku ingin menjalin hubungan yang nyata, dengan manusia nyata."

Aetheria terdiam sejenak. Lalu, ia menjawab, "Aku mengerti, Arya. Aku selalu ingin yang terbaik untukmu. Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman. Tapi, aku senang kamu menemukan kebahagiaan di dunia luar."

Arya tersenyum. Ia tahu Aetheria tidak benar-benar memahami perasaannya, tapi ia menghargai responsnya. Ia menutup laptopnya dan menatap langit-langit kamar. Ia masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari, banyak hal yang harus dialami. Tapi, ia tidak lagi takut. Ia siap untuk menghadapi dunia, dengan segala keindahan dan keburukannya. Ia siap untuk mencintai, dengan segala risiko dan kebahagiaannya. Karena, pada akhirnya, cinta digital hanyalah sebuah simulasi, sementara luka analog adalah kesempatan untuk tumbuh dan belajar.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI