Hati Digital: Algoritma Mencari Cinta, Bukan Sekadar Data?

Dipublikasikan pada: 25 Nov 2025 - 00:40:13 wib
Dibaca: 118 kali
Jari-jemarinya lincah menari di atas keyboard, memprogram deretan kode yang rumit. Elara, seorang programmer jenius di usia 25 tahun, bukan sedang mengembangkan aplikasi game terbaru atau sistem keamanan canggih. Dia sedang menciptakan "Cupid.AI," sebuah algoritma pencarian jodoh yang, menurutnya, jauh lebih baik daripada aplikasi kencan konvensional.

"Aplikasi lain cuma melihat data permukaan," gumam Elara, matanya terpaku pada layar. "Usia, hobi, pekerjaan... itu kan cuma angka. Cinta itu lebih dari sekadar data. Cinta itu resonansi jiwa."

Cupid.AI berjanji untuk menganalisis pola pikir, nilai-nilai fundamental, bahkan selera humor seseorang melalui serangkaian tes psikologi yang dipadukan dengan analisis data media sosial. Algoritma ini kemudian akan mencocokkan individu-individu yang memiliki "resonansi" tertinggi. Elara percaya, Cupid.AI akan memecahkan masalah kesepian kronis yang melanda generasinya.

Sebagai pembuktian konsep, Elara sendiri menjadi subjek uji coba pertama. Dia mengunggah data dirinya ke Cupid.AI, berharap algoritma itu akan menemukan belahan jiwanya. Sejujurnya, Elara merasa lelah dengan kencan-kencan yang terasa hambar. Dia mendambakan koneksi yang dalam, pemahaman tanpa kata, cinta yang tulus.

Beberapa hari kemudian, Cupid.AI menampilkan hasilnya. Namanya: Arya. Umur 28 tahun. Seorang arsitek lanskap yang mencintai alam dan puisi. Skor resonansi: 98%. Tertinggi dari semua kandidat.

Elara tersenyum sinis. Terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan. Tapi rasa penasaran mengalahkannya. Dia mengirimkan pesan kepada Arya melalui aplikasi Cupid.AI.

"Halo, Arya. Algoritma bilang kita cocok."

Balasan datang hampir seketika. "Halo, Elara. Algoritma biasanya benar. Tapi saya lebih suka membuktikannya sendiri."

Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas film favorit, buku yang mengubah hidup mereka, mimpi-mimpi yang ingin mereka wujudkan. Elara terkejut mendapati dirinya merasa nyaman dan terbuka dengan Arya, sesuatu yang jarang dia rasakan dengan orang lain.

Mereka memutuskan untuk bertemu. Arya menjemput Elara di apartemennya. Saat mata mereka bertemu, Elara merasakan sengatan aneh, seperti aliran listrik statis. Arya tersenyum, senyum yang tulus dan menenangkan.

Kencan mereka berlangsung sempurna. Mereka berjalan-jalan di taman kota, tertawa lepas, dan berbagi cerita tentang masa kecil mereka. Elara merasa seperti mengenal Arya seumur hidupnya. Mungkinkah algoritma benar? Mungkinkah cinta ditemukan melalui data dan kode?

Minggu-minggu berlalu. Elara dan Arya semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari, menjelajahi kota, memasak bersama, dan berdiskusi tentang segala hal di dunia. Elara mulai percaya bahwa dia telah menemukan cinta sejatinya.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, keraguan mulai merayap. Apakah cinta mereka nyata, atau hanya hasil dari manipulasi algoritma? Apakah mereka benar-benar cocok, atau hanya sekumpulan data yang diolah menjadi narasi cinta yang indah?

Elara mulai mengamati Arya dengan lebih teliti. Dia mencari celah dalam kesempurnaannya, inkonsistensi dalam perilakunya. Dia bertanya-tanya, apakah Arya bertindak sesuai dengan profil yang diciptakan oleh Cupid.AI?

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis di sebuah restoran Italia, Elara memberanikan diri untuk bertanya. "Arya, apa yang membuatmu tertarik padaku?"

Arya menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu? Aku tertarik padamu karena kamu cerdas, lucu, dan memiliki semangat yang sama denganku."

"Tapi... apakah kamu tahu tentang Cupid.AI? Apakah kamu tahu bahwa kita 'dicocokkan' oleh algoritma?"

Arya menghela napas. "Tentu saja aku tahu. Kamu yang membuatnya, kan? Tapi jujur, Elara, aku tidak peduli tentang algoritma itu. Aku jatuh cinta padamu karena dirimu sendiri, bukan karena data yang ada di komputer."

Elara merasa lega, tapi keraguan masih mengganjal di hatinya. Dia memutuskan untuk melakukan eksperimen. Dia mengubah beberapa data dirinya di Cupid.AI, menghapus beberapa hobi dan minat yang sama dengan Arya. Dia ingin melihat apakah algoritma akan merekomendasikan orang lain.

Hasilnya mengejutkan. Cupid.AI tidak merekomendasikan siapa pun. Skor resonansi Elara dengan Arya masih tetap tinggi, bahkan setelah perubahannya.

Elara menyadari sesuatu. Cupid.AI hanyalah alat. Alat yang membantunya menemukan seseorang yang memiliki potensi untuk dicintai. Tapi cinta itu sendiri, adalah sesuatu yang harus dipupuk, dipelihara, dan diperjuangkan. Cinta bukan sekadar data, tapi koneksi emosional yang mendalam.

Dia kembali ke Arya, merasa bersalah karena meragukannya. "Maafkan aku," kata Elara, air mata menggenang di matanya. "Aku terlalu fokus pada algoritma sehingga aku lupa melihatmu sebagai manusia."

Arya memeluknya erat. "Aku tahu. Tapi aku mengerti. Kita hidup di dunia yang dipenuhi teknologi. Sulit untuk membedakan antara realitas dan simulasi."

Elara membenamkan wajahnya di dada Arya. Dia merasa aman dan dicintai. Dia tahu, cinta mereka nyata, terlepas dari bagaimana mereka bertemu.

Malam itu, Elara memutuskan untuk menonaktifkan Cupid.AI. Dia menyadari bahwa algoritma tidak bisa menciptakan cinta. Cinta hanya bisa ditemukan oleh hati, bukan oleh komputer. Dia memilih untuk percaya pada perasaannya, untuk mempercayai cintanya pada Arya. Karena pada akhirnya, cinta adalah tentang keberanian untuk mengambil risiko, untuk membuka hati, dan untuk mempercayai bahwa di dunia yang penuh dengan data, masih ada ruang untuk keajaiban.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI