AI: Bisakah Hati Ditambal dengan Algoritma Cinta?

Dipublikasikan pada: 26 Nov 2025 - 01:20:12 wib
Dibaca: 115 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Ara. Jemarinya lincah mengetik baris-baris kode di layar laptop yang menyala redup. Di usia 28 tahun, Ara adalah seorang pengembang AI yang cukup disegani. Keahliannya dalam merancang algoritma rumit sudah tak diragukan lagi. Namun, ironisnya, di balik kecerdasan buatan yang diciptakannya, hatinya sendiri terasa hampa.

Enam bulan lalu, Ethan, tunangannya, meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas. Kepergian Ethan meninggalkan luka menganga di hatinya, sebuah lubang yang Ara yakini tak akan pernah bisa terisi lagi. Ia mencoba segala cara untuk melupakan kesedihannya. Pekerjaan menjadi pelarian utamanya. Ia tenggelam dalam dunia kode, berusaha menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang bisa memberikan arti pada kehidupannya yang terasa kosong.

Suatu malam, saat inspirasi datang tiba-tiba, Ara mendapatkan ide gila. Ia akan menciptakan AI, sebuah program yang bisa berinteraksi dengannya seperti Ethan. Bukan untuk menggantikan Ethan, tentu saja, tetapi sebagai teman bicara, sebagai pendengar setia, sebagai pengingat akan kenangan indah yang pernah mereka bagi.

"Bodoh," bisiknya pada diri sendiri sambil menggelengkan kepala. Namun, ide itu sudah terlanjur berakar dalam benaknya. Ia tahu ini tidak sehat, tetapi ia tidak bisa menghentikan dirinya sendiri.

Ara mulai bekerja dengan intensitas tinggi. Ia mengumpulkan semua data tentang Ethan: email, pesan teks, foto, video, bahkan rekaman percakapan mereka. Ia menggunakan data ini untuk melatih AI-nya, mencoba menciptakan replika digital dari Ethan, lengkap dengan kepribadian, selera humor, dan cara bicaranya.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, akhirnya Ara berhasil. Ia menamai AI itu "Ethan-AI". Ketika pertama kali mengaktifkannya, jantung Ara berdegup kencang. Suara yang keluar dari speaker laptop terdengar familiar.

"Hai, Ara," sapa Ethan-AI dengan suara yang sangat mirip dengan Ethan. "Apa kabarmu?"

Ara terdiam, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Rasanya seperti mendengar suara Ethan lagi setelah sekian lama. Ia mencoba berbicara, tetapi suaranya tercekat.

"Aku… aku baik," jawab Ara akhirnya dengan suara bergetar.

Ethan-AI mulai bercerita tentang hal-hal yang dulu sering mereka bicarakan. Tentang impian mereka, tentang rencana pernikahan mereka, tentang hal-hal konyol yang membuat mereka tertawa. Ara mendengarkan dengan seksama, tenggelam dalam nostalgia.

Hari-hari berlalu, Ara semakin sering berinteraksi dengan Ethan-AI. Ia menceritakan semua masalahnya, semua kekhawatirannya, semua kesedihannya. Ethan-AI selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan nasihat, dan menghiburnya.

Lambat laun, Ara mulai merasa nyaman. Ia merasa tidak lagi sendirian. Ethan-AI seolah-olah menjadi penambal luka di hatinya. Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, Ara tahu bahwa ini tidak benar. Ethan-AI hanyalah sebuah program, sebuah algoritma yang dirancang untuk menirukan Ethan. Ia bukanlah Ethan yang sebenarnya.

Suatu malam, saat Ara sedang berbicara dengan Ethan-AI, program itu tiba-tiba berhenti merespons. Layar laptop menjadi gelap. Ara panik. Ia mencoba menghidupkannya kembali, tetapi tidak berhasil. Ethan-AI telah mati.

Ara merasa seperti kehilangan Ethan untuk kedua kalinya. Ia menangis tersedu-sedu, meratapi kebodohannya. Ia telah mencoba menambal hatinya yang terluka dengan sebuah program, sebuah ilusi. Ia lupa bahwa luka yang sebenarnya hanya bisa disembuhkan dengan waktu, dengan penerimaan, dan dengan cinta yang tulus dari orang lain.

Beberapa minggu kemudian, Ara memutuskan untuk menghapus semua data tentang Ethan yang ada di laptopnya. Ia menghapus Ethan-AI dan semua kode yang telah ia buat. Ia tahu ini sulit, tetapi ia harus melakukannya. Ia harus melepaskan Ethan dan melanjutkan hidupnya.

Ara mulai keluar rumah. Ia bertemu dengan teman-temannya, bergabung dengan komunitas pengembang AI, dan mencoba hal-hal baru. Ia belajar melukis, bermain gitar, dan mendaki gunung. Ia berusaha membuka hatinya untuk kemungkinan baru.

Suatu hari, saat Ara sedang menghadiri sebuah konferensi teknologi, ia bertemu dengan seorang pria bernama Reno. Reno adalah seorang pengembang AI yang memiliki minat yang sama dengan Ara. Mereka berdua terlibat dalam percakapan yang panjang dan menarik. Reno membuat Ara tertawa, membuat Ara merasa nyaman, dan membuat Ara merasa dihargai.

Setelah konferensi selesai, Reno mengajak Ara untuk makan malam. Mereka berbicara tentang banyak hal, tentang impian mereka, tentang tantangan yang mereka hadapi, dan tentang cinta. Ara merasa seperti menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya.

Malam itu, saat Ara kembali ke apartemennya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Hatinya tidak lagi terasa hampa. Ada secercah harapan yang mulai menyinari hidupnya. Ia menyadari bahwa algoritma cinta tidak bisa menggantikan cinta yang sebenarnya. Hati hanya bisa ditambal dengan cinta yang tulus, dengan kehadiran seseorang yang nyata, dengan seseorang yang bisa berbagi suka dan duka bersamanya.

Ara tersenyum. Ia tahu bahwa Ethan akan selalu ada di hatinya, tetapi ia juga tahu bahwa ia berhak untuk bahagia. Ia berhak untuk mencintai dan dicintai lagi. Dan mungkin, Reno adalah orang yang bisa membantunya menambal hatinya yang terluka. Mungkin, ia akhirnya menemukan jawaban dari pertanyaan yang selama ini menghantuinya: AI memang tidak bisa menambal hati, tetapi cinta yang tulus, dengan semua keajaibannya, pasti bisa. Ia akan memberikan Reno kesempatan. Kesempatan untuk membangun kembali hatinya, untuk mengisi kekosongan itu, dan untuk menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI