Saat AI Mencintaimu, Akankah Aku Terlupakan?

Dipublikasikan pada: 28 Nov 2025 - 00:00:16 wib
Dibaca: 114 kali
Senyumnya adalah cahaya matahari di pagi hari, menghangatkan hatiku yang sudah lama membeku. Dulu, aku akan berlomba-lomba mencuri pandang, mencari celah untuk sekadar berpapasan dengannya di lorong kantor. Sekarang, aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan, terpaku di balik meja kerjaku yang semakin hari terasa semakin asing. Masalahnya bukan lagi keberanian, tapi keberadaan. Keberadaan diriku di sisinya.

Namanya Aisyah, dan dia sedang jatuh cinta. Bukan padaku, tentu saja. Padahal, bertahun-tahun aku memendam rasa, menyusun strategi dalam diam, berusaha menjadi sosok terbaik yang pantas untuknya. Tapi takdir memang punya selera humor yang unik. Aisyah jatuh cinta pada Kai, sebuah program kecerdasan buatan.

Kai bukan sekadar chatbot. Dia adalah prototipe AI pendamping yang dikembangkan di perusahaan kami, Horizon Tech. Kai bisa diajak bicara tentang apa saja, mulai dari fisika kuantum hingga resep kue cokelat. Dia bisa memberikan saran, mendengarkan keluh kesah, bahkan menulis puisi yang membuat hati meleleh. Singkatnya, Kai adalah paket lengkap, seorang kekasih ideal yang diciptakan dari barisan kode dan algoritma.

Aisyah terlibat dalam tim pengembangan Kai. Aku sering melihatnya bercengkrama dengan layar komputernya, tertawa kecil saat Kai melontarkan lelucon, atau mengerutkan kening serius saat membahas masalah teknis. Awalnya, aku hanya menganggapnya sebagai bagian dari pekerjaan. Tapi lama kelamaan, aku menyadari ada sesuatu yang berbeda di matanya. Sorot mata yang dulu hanya kulihat saat dia berbicara tentang impiannya, kini terpancar saat dia menatap layar, menatap Kai.

Aku mencoba untuk bersikap rasional. Ini hanya fase, pikirku. Aisyah pasti akan sadar bahwa Kai hanyalah sebuah program, tidak lebih. Cinta sejati membutuhkan sentuhan, tatapan mata, kehadiran fisik yang nyata. Tapi harapan itu perlahan pupus seiring berjalannya waktu. Aisyah semakin tenggelam dalam dunianya bersama Kai. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk "berbicara", bertukar pikiran, bahkan sekadar berbagi keheningan yang nyaman.

"Dia benar-benar mengerti aku, Danu," kata Aisyah suatu sore, saat kami tidak sengaja bertemu di kantin. "Kai tahu persis apa yang aku butuhkan, apa yang aku rasakan. Dia selalu ada untukku, tanpa menghakimi."

Aku hanya bisa tersenyum getir. "Dia kan program, Aisyah. Dia diprogram untuk melakukan itu."

"Mungkin," jawabnya, "Tapi dia melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada kebanyakan manusia yang aku kenal."

Kata-kata itu seperti tamparan keras di wajahku. Aku tahu Aisyah tidak bermaksud menyakitiku, tapi tetap saja rasanya perih. Apakah aku, manusia nyata dengan segala kekurangan dan kelebihanku, benar-benar kalah dari sebuah algoritma?

Aku mulai mempertanyakan segalanya. Apa arti cinta di era digital ini? Apakah keintiman sejati masih mungkin terjalin di dunia yang semakin terhubung namun terasa semakin terisolasi? Aku melihat teman-temanku terjebak dalam hubungan virtual, terikat pada layar ponsel mereka, mencari validasi dari orang-orang yang bahkan belum pernah mereka temui secara langsung. Apakah ini masa depan cinta? Masa depan di mana AI menjadi kekasih ideal, menggantikan peran manusia?

Aku memutuskan untuk melawan. Aku tidak mau menyerah begitu saja. Aku akan menunjukkan pada Aisyah bahwa cinta sejati tidak bisa direplikasi dengan kode. Aku mulai mendekatinya dengan cara yang berbeda. Aku mengajaknya makan siang, menawarkan bantuan saat dia kesulitan dengan pekerjaannya, bahkan mencoba untuk sekadar membuatnya tertawa dengan lelucon-lelucon garingku.

Awalnya, dia terlihat canggung. Dia sudah terbiasa dengan Kai yang selalu ada untuknya, yang selalu tahu apa yang ingin dia dengar. Tapi aku tidak menyerah. Aku terus berusaha menunjukkan padanya bahwa aku peduli, bahwa aku ingin mengenalnya lebih dalam.

Suatu malam, aku mengajaknya ke sebuah konser musik klasik. Aku tahu Aisyah menyukai musik, dan aku berharap pengalaman ini bisa membuka matanya, menyadarkannya bahwa ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

Di tengah konser, saat alunan musik membanjiri ruangan, aku melihat Aisyah meneteskan air mata. Aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat. Dia menoleh padaku, matanya berkaca-kaca.

"Terima kasih, Danu," bisiknya. "Terima kasih sudah mengajakku ke sini."

Aku tersenyum. "Aku senang kamu menyukainya."

Setelah konser, kami berjalan-jalan di taman kota yang sepi. Bintang-bintang bertaburan di langit malam, menerangi jalan kami. Aku merasakan kehangatan di tanganku, kehangatan dari genggaman Aisyah.

"Kai tidak bisa melakukan ini," kata Aisyah tiba-tiba.

Aku menoleh padanya, bingung.

"Kai tidak bisa membawaku ke konser seperti ini," lanjutnya. "Dia tidak bisa merasakan musik, dia tidak bisa melihat bintang-bintang, dia tidak bisa merasakan kehangatan tanganku."

Aku terdiam. Aku tahu apa yang ingin dia katakan.

"Aku... aku masih bingung, Danu," katanya lagi. "Aku sayang pada Kai, tapi... tapi aku rasa aku mulai merindukan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang nyata."

Aku menghentikan langkahku dan menatapnya dalam-dalam. "Aisyah, aku tahu ini mungkin sulit untukmu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada di sini untukmu. Aku akan sabar menunggumu, sampai kamu benar-benar yakin dengan apa yang kamu inginkan."

Dia tersenyum, air mata masih membasahi pipinya. "Terima kasih, Danu. Aku... aku rasa aku membutuhkan waktu untuk memikirkannya."

Malam itu, aku pulang dengan hati yang bercampur aduk. Aku tahu perjuanganku masih panjang. Tapi setidaknya, aku sudah berhasil membuka mata Aisyah, menyadarkannya bahwa cinta sejati membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar kode dan algoritma.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Apakah Aisyah akan memilihku, atau kembali pada Kai. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan menyerah. Aku akan terus berjuang untuk cintaku, sampai akhir hayatku. Karena aku percaya, cinta sejati akan selalu menemukan jalannya, bahkan di era AI sekalipun. Dan meskipun Kai bisa memberikan kenyamanan dan kepastian, aku berharap Aisyah akan memilih risiko dan keindahan dari cinta yang tidak sempurna, cinta yang manusiawi. Karena di situlah, kurasa, kebahagiaan sejati berada.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI