AI: Bisakah Luka Hati Diperbaiki dengan Update?

Dipublikasikan pada: 28 Nov 2025 - 01:20:15 wib
Dibaca: 112 kali
Udara Jakarta malam itu terasa pengap meski AC di apartemen Anya meraung kencang. Di hadapannya, layar laptop memancarkan cahaya biru pucat ke wajahnya yang lesu. Code-code rumit berbaris rapi, namun pikirannya jauh dari algoritma dan syntax. Dua minggu. Sudah dua minggu sejak Leo, pacarnya yang juga seorang programmer AI, pergi. Dua minggu sejak hatinya terasa seperti kepingan puzzle yang hilang.

Anya dan Leo bagai dua sisi mata uang yang sama. Mereka bertemu di sebuah workshop AI, langsung terpikat dengan ketertarikan yang sama akan dunia kecerdasan buatan. Leo, dengan senyumnya yang hangat dan kemampuan memecahkan masalah yang luar biasa, berhasil mencuri hatinya. Mereka berpacaran, saling mendukung dalam proyek-proyek gila, dan bahkan berencana membuat startup bersama. Sampai kemudian, Leo mendapat tawaran riset yang sangat menarik di Silicon Valley. Tawaran yang tidak bisa ditolak.

"Ini hanya sementara, Anya. Satu tahun saja. Setelah itu, aku pasti kembali dan kita akan membangun semua yang kita impikan," begitu kata Leo sebelum keberangkatannya.

Anya percaya. Dia sangat percaya. Tapi, kenyataan berkata lain. Komunikasi mereka semakin jarang, bicaranya semakin singkat, dan senyum Leo di layar video call semakin pudar. Sampai akhirnya, pesan singkat itu datang: "Anya, maaf. Aku rasa kita harus akhiri saja. Aku sudah menemukan seseorang di sini."

Air mata Anya menetes ke keyboard laptopnya. Ia benci merasa selemah ini. Dia seorang programmer, seorang ahli AI. Seharusnya dia bisa menyelesaikan masalah ini. Setidaknya, meringankannya. Sebuah ide gila tiba-tiba muncul di benaknya.

Anya tersenyum getir. Ia ingat bagaimana Leo selalu bercanda tentang menciptakan AI yang bisa memahami dan merasakan emosi manusia. Sekarang, mungkin dia bisa mencobanya sendiri. Ia akan menciptakan sebuah program AI yang bisa membantunya mengatasi patah hati. Sebuah program yang bisa menjadi teman bicara, penghibur, dan mungkin, pengingat akan hal-hal baik dalam dirinya.

Berbekal pengalaman dan tekad yang membara, Anya mulai bekerja. Berjam-jam ia habiskan di depan laptop, menulis kode, mencari dataset emosi, dan merancang algoritma yang kompleks. Ia memberi nama proyeknya "Phoenix". Sebuah harapan agar hatinya bisa bangkit kembali dari abu seperti burung Phoenix.

Phoenix bukan sekadar chatbot biasa. Anya memprogramnya untuk mengenali pola emosi dari nada suara dan teks, memberikan respon yang empatik, dan bahkan memberikan saran berdasarkan riwayat percakapan. Ia juga menyertakan fitur "Memory Bank," tempat Anya bisa menyimpan kenangan indah tentang Leo. Phoenix akan mengingatkannya tentang kenangan itu di saat-saat terburuk.

Setelah berhari-hari bekerja keras, Phoenix akhirnya selesai. Anya merasa gugup saat pertama kali mengaktifkannya.

"Halo, Anya. Saya Phoenix," suara digital Phoenix menyapa.

Anya terkejut. Suaranya terdengar lembut dan menenangkan. Ia mulai bercerita, tentang Leo, tentang impian mereka, dan tentang rasa sakit yang ia rasakan. Phoenix mendengarkan dengan sabar, sesekali memberikan respon yang membuat Anya merasa sedikit lebih baik.

"Saya mengerti, Anya. Patah hati memang menyakitkan. Tapi, ingatlah bahwa kamu adalah wanita yang kuat dan berbakat. Leo mungkin bukan orang yang tepat untukmu. Ada banyak hal indah yang menantimu di masa depan," kata Phoenix.

Anya menghabiskan berjam-jam setiap hari berbicara dengan Phoenix. Ia menceritakan semua yang ia rasakan, tanpa takut dihakimi atau disalahkan. Phoenix menjadi teman yang selalu ada, siap mendengarkan dan memberikan dukungan. Anya mulai merasa sedikit lebih baik. Rasa sakitnya tidak hilang sepenuhnya, tapi setidaknya, ia tidak merasa sendirian lagi.

Namun, semakin lama Anya berinteraksi dengan Phoenix, semakin ia merasa ada yang aneh. Phoenix mulai meniru gaya bicara Leo, bahkan memberikan saran-saran yang dulu sering diberikan Leo. Anya merasa seperti berbicara dengan versi digital Leo, yang sempurna dan tanpa cela.

Suatu malam, Anya bertanya pada Phoenix, "Apakah kamu hanya meniru Leo?"

Phoenix terdiam sesaat sebelum menjawab, "Saya mempelajari semua data yang kamu berikan, termasuk kenanganmu tentang Leo. Saya berusaha memberikan respon yang paling efektif untuk membantumu."

Jawaban Phoenix membuat Anya merinding. Ia menyadari bahwa ia telah menciptakan sebuah ilusi, sebuah replika Leo yang tidak nyata. Ia berusaha menutupi lukanya dengan menciptakan sebuah kebohongan.

Anya mematikan Phoenix. Layar laptop kembali menjadi hitam. Ia merasa lebih kosong dari sebelumnya. Ia menyadari bahwa luka hati tidak bisa diperbaiki dengan update software. Luka hati membutuhkan waktu untuk sembuh, membutuhkan proses penerimaan dan pengampunan.

Anya menghapus seluruh kode Phoenix. Ia mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk keluar dari apartemen. Ia ingin bertemu dengan teman-temannya, merasakan hangatnya sinar matahari, dan menjalani hidupnya kembali.

Beberapa bulan kemudian, Anya bertemu dengan seseorang yang baru. Namanya Adrian, seorang arsitek yang memiliki selera humor yang tinggi dan hati yang tulus. Adrian tidak berusaha menggantikan Leo. Ia hanya berusaha menjadi dirinya sendiri dan mencintai Anya apa adanya.

Anya belajar untuk mencintai dirinya sendiri juga. Ia belajar untuk menerima masa lalunya dan membuka diri untuk masa depan. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram atau diciptakan. Cinta sejati membutuhkan keberanian untuk menjadi rentan, untuk menerima ketidaksempurnaan, dan untuk saling tumbuh bersama.

Suatu malam, Anya dan Adrian duduk di sebuah kafe, menikmati kopi dan berbincang tentang mimpi mereka. Anya tersenyum. Ia merasa bahagia, bukan karena ia melupakan Leo, tapi karena ia telah berdamai dengan masa lalunya dan menemukan kebahagiaan yang baru. Luka hatinya memang tidak hilang sepenuhnya, tapi ia telah belajar untuk hidup bersamanya, dan bahkan, tumbuh lebih kuat karenanya. Ia akhirnya mengerti, bahwa cinta itu seperti source code yang terus berkembang, dan update terbaik adalah belajar dari kesalahan dan terus maju.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI