Aroma kopi robusta mengepul, memenuhi apartemen minimalis milik Arina. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, larut dalam barisan kode yang rumit. Arina, seorang programmer muda berbakat, tengah mengembangkan sebuah aplikasi kencan berbasis AI. Bukan aplikasi kencan biasa, melainkan aplikasi yang mampu menganalisis data penggunanya secara mendalam, mencari kecocokan berdasarkan preferensi, nilai-nilai, hingga potensi pertumbuhan bersama. Ia menamakannya "Soulmate.AI."
Awalnya, Soulmate.AI hanyalah proyek sampingan, pelarian dari kesepian yang kerap menghantuinya di tengah hiruk pikuk Jakarta. Arina terlalu sibuk dengan pekerjaannya, terlalu fokus pada logika dan algoritma, hingga lupa bagaimana caranya membuka diri pada orang lain. Ironis, mengingat ia sedang menciptakan platform untuk membantu orang lain menemukan cinta.
Suatu malam, saat algoritma utama Soulmate.AI hampir rampung, sebuah ide gila melintas di benaknya. Ia memutuskan untuk menguji aplikasinya pada dirinya sendiri. Bukan untuk benar-benar mencari pasangan, tentu saja. Hanya untuk melihat seberapa akurat AI ciptaannya bekerja. Ia memasukkan data dirinya secara detail, menjawab semua pertanyaan dengan jujur, tanpa ada yang disembunyikan.
Setelah proses analisis selesai, Soulmate.AI menampilkan satu nama: Kai. Seorang fotografer lepas yang memiliki minat yang sama dengan Arina dalam bidang seni dan teknologi. Profil Kai dipenuhi dengan foto-foto lanskap indah dan potret manusia yang penuh makna. Arina tertegun. Ia belum pernah bertemu Kai sebelumnya.
Rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Arina mengirim pesan singkat kepada Kai melalui aplikasi. Sapaan sederhana, "Hai, apa kabar?"
Balasan datang hampir seketika. "Baik. Sedang menikmati kopi di balkon sambil mengedit foto. Kamu sendiri?"
Percakapan itu mengalir begitu saja. Mereka membahas banyak hal, mulai dari film favorit, buku yang sedang dibaca, hingga mimpi-mimpi mereka di masa depan. Arina terkejut betapa nyamannya ia berbicara dengan Kai. Seolah-olah mereka sudah saling mengenal lama.
Beberapa hari kemudian, Kai mengajak Arina bertemu. Awalnya, Arina ragu. Ia takut harapannya terlalu tinggi, takut Kai tidak sesuai dengan ekspektasinya. Tapi rasa penasaran dan keinginan untuk bertemu dengan sosok di balik profil itu terlalu kuat untuk dilawan.
Mereka bertemu di sebuah kedai kopi kecil di kawasan Kemang. Kai datang tepat waktu, senyumnya hangat dan matanya berbinar. Arina merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia gugup, tapi sekaligus merasa nyaman.
Pertemuan itu berlangsung selama berjam-jam. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan menemukan banyak kesamaan. Arina merasa seolah-olah ia telah menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya. Kai tidak hanya tertarik pada kecerdasannya, tapi juga pada sisi lembut dan rentan dalam dirinya.
Sejak saat itu, Arina dan Kai semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi tempat-tempat baru, dan saling mendukung dalam meraih mimpi-mimpi mereka. Arina mulai belajar bagaimana caranya membuka diri, bagaimana caranya mempercayai orang lain. Kai, di sisi lain, belajar bagaimana caranya menghargai kecerdasan dan ambisi Arina.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di sebuah restoran, Kai bertanya, "Arina, jujur, bagaimana kamu bisa menemukan profilku di Soulmate.AI?"
Arina terdiam. Ia tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan bahwa mereka bertemu karena aplikasinya sendiri. Ia takut Kai akan merasa dimanipulasi, takut ia akan kehilangan orang yang ia cintai.
Dengan suara bergetar, Arina menceritakan semuanya. Ia menjelaskan bahwa Soulmate.AI awalnya hanya proyek sampingan, bahwa ia tidak pernah berniat untuk benar-benar mencari pasangan melalui aplikasi itu. Ia meminta maaf karena telah menyembunyikan kebenaran.
Kai mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong pembicaraan Arina. Setelah Arina selesai berbicara, Kai meraih tangannya dan menggenggamnya erat. "Aku mengerti," katanya lembut. "Aku tahu bahwa kamu tidak punya niat buruk. Aku juga merasakan koneksi yang kuat denganmu, Arina. Aku tidak peduli bagaimana kita bertemu. Yang penting adalah kita bersama sekarang."
Arina merasa lega. Air mata haru membasahi pipinya. Ia memeluk Kai erat, merasakan kehangatan dan cinta yang selama ini ia cari.
Beberapa bulan kemudian, Soulmate.AI resmi diluncurkan. Aplikasi itu langsung populer di kalangan anak muda yang mencari cinta. Banyak pasangan yang berhasil menemukan kecocokan melalui Soulmate.AI, membuktikan bahwa algoritma Arina memang berfungsi.
Namun, bagi Arina, Soulmate.AI bukan hanya sebuah aplikasi kencan. Lebih dari itu, Soulmate.AI adalah pengingat bahwa cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga, bahkan dari sentuhan digital. Ia belajar bahwa cinta bukan hanya tentang logika dan algoritma, tapi juga tentang keberanian untuk membuka diri, tentang kepercayaan, dan tentang menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.
Arina dan Kai terus bersama, saling mencintai dan mendukung. Mereka membuktikan bahwa cinta sejati bisa ditemukan di era digital, bahwa sentuhan digital bisa menghasilkan getar hati yang tak terduga. Mereka adalah bukti hidup bahwa cinta adalah algoritma terindah yang pernah ada. Dan, terkadang, kita hanya perlu sedikit bantuan dari AI untuk menemukannya.