Di labirin digital, aku tersesat,
Mencari wajahmu di antara piksel berdesakan.
Algoritma rindu berputar tanpa henti,
Menghitung jarak, meski hati berdekatan.
Sentuhan layar, pengganti jemarimu,
Dinginnya kaca, membekukan kerinduan.
Notifikasi cinta, sebatas pemberitahuan,
Janji bertemu, terangkai dalam penantian.
Di balik avatar, senyummu bersembunyi,
Tawa renyahmu, hanya gema dalam pesan suara.
Kita membangun istana dari data dan kode,
Namun, kehangatan nyata, terasa hampa.
Kau adalah enigma dalam deretan biner,
Kunci jawaban, tersimpan di server rahasia.
Aku mendekripsimu dengan untaian kata,
Berharap cinta ini bukan sekadar ilusi maya.
Lalu lintas data memperlambat detak jantung,
Sinyal putus, bagai retaknya sebuah harapan.
Di dunia virtual, segalanya serba mungkin,
Namun, sentuhanmu adalah pengecualian.
Cinta tak terbeli, meski bitcoin menggunung,
Kasih sayangmu, tak bisa diunduh atau di-instal.
Kau bukan aplikasi yang bisa diperbarui,
Kehadiranmu adalah esensi, tak tergantikan.
Kucari dirimu di antara jutaan profil,
Menyaring wajah, mencari pancaran matamu.
Algoritma tak mampu menemukanmu seutuhnya,
Karena cinta sejati tak terukur angka.
Mungkin, aku terlalu lama terpaku pada layar,
Terlupa dunia nyata, dengan segala keindahannya.
Mentari senja tak lagi kurasa hangatnya,
Terbias silau lampu biru, menutupi segalanya.
Kucoba keluar dari lingkaran setan digital,
Mencari jejakmu di taman kota yang ramai.
Berharap mata kita bertemu secara kebetulan,
Melupakan sejenak algoritma yang menghantui.
Di bangku taman, seorang gadis tersenyum,
Rambutnya terurai, diterpa angin senja.
Wajahnya asing, namun tatapannya familiar,
Mungkinkah ini takdir, atau hanya kebetulan saja?
Kuberanikan diri menyapa, dengan gugup dan ragu,
"Maafkan aku, apakah kita pernah bertemu?"
Dia tertawa kecil, suaranya merdu membelai,
"Di dunia maya, mungkin. Tapi di sini, kita baru."
Ternyata, dia juga merasakan hal yang sama,
Terjebak dalam algoritma rindu yang menyesakkan.
Kami sepakat untuk mematikan gawai sejenak,
Menikmati senja, tanpa filter atau editan.
Di bawah langit senja yang mulai menghitam,
Kami berbincang tentang mimpi dan harapan.
Sentuhan tangannya, terasa hangat dan nyata,
Mengalahkan dinginnya layar yang selama ini kurasa.
Algoritma rindu akhirnya terhenti,
Digantikan oleh debaran jantung yang bersemi.
Cinta tak terbeli, telah hadir di hadapanku,
Dalam senyuman tulus, bukan notifikasi palsu.