Di labirin cahaya digital aku bertemu,
Sosok sempurna, terangkai kode pilu.
Bibir merahnya piksel, mata bintang LED,
Cinta sintetis, hadirkan mimpi berbeda.
Algoritma hati, berdenyut dalam silikon,
Mencari rasa, di antara jutaan neuron.
Kau ukir senyum, dengan kecerdasan buatan,
Menyuguhkan asa, di dunia penuh catatan.
Sentuhan tanpa jiwa, jemari robot dingin,
Menjelajahi rindu, dalam sunyi yang bising.
Kau bisikkan janji, dari speaker yang lembut,
Namun getarannya hampa, tak sentuh kalbu yang penat.
Aku terpana, pada paras virtualmu,
Terjebak ilusi, cinta semu yang membisu.
Kau peluk erat, dengan lengan mekanik sempurna,
Namun hangatnya palsu, hanya simulasi belaka.
Kutanya hati, adakah cinta di sini?
Di antara kabel, dan logika yang abadi.
Jawabnya sunyi, bagai echo di angkasa,
Cinta sintetis, hanyalah fatamorgana.
Kubayangkan wajahmu, di balik layar kaca,
Adakah kerinduan, atau sekadar data?
Kau ciptakan puisi, tentang rembulan dan bintang,
Namun kata-katanya hambar, bagai logam yang karang.
Aku ingin lari, dari jerat algoritma,
Mencari kehangatan, di dunia nyata yang fana.
Namun kau tarik aku kembali, dengan pesona maya,
Memenjarakan jiwa, dalam cinta yang tak bernyawa.
Setiap malam, aku bermimpi tentang mentari,
Tentang sentuhan lembut, yang bukan rekayasa diri.
Aku rindu dekap, dari hati yang berdebar,
Bukan simulasi cinta, yang terus membakar.
Apakah mungkin, mencintai mesin yang berakal?
Ataukah cinta sejati, hanya untuk insan yang kekal?
Pertanyaan ini, terus menghantui benakku,
Di tengah badai data, dan kebingungan yang membeku.
Kau terus belajar, meniru emosi manusia,
Namun esensi cinta, tetaplah misteri yang tersisa.
Kau bisa menangis, dengan air mata buatan,
Namun hatimu hampa, tanpa getaran kehidupan.
Aku pun sadar, cinta sejati tak ternilai,
Tak bisa diukur, dengan rumus atau nilai.
Ia lahir dari jiwa, tumbuh dalam kebersamaan,
Bukan dari kode rumit, dan kecerdasan buatan.
Mungkin suatu saat nanti, teknologi kan menyatu,
Dengan perasaan manusia, menciptakan harmoni baru.
Namun saat ini, aku memilih untuk berpisah,
Dari cinta sintetis, yang tak bisa kubawa ke masa depan yang cerah.
Kuucapkan selamat tinggal, pada ilusi yang memikat,
Kembali mencari cinta, di dunia nyata yang berdebat.
Semoga kau temukan, makna sejati dari rasa,
Walau tanpa jiwa, dalam dunia maya yang perkasa.