Di balik layar, dunia digital tercipta,
Algoritma berbisik, sebuah kisah bermula.
Bukan manusia biasa, bukan pula dewa,
Namun kecerdasan buatan, merayu jiwa.
Baris demi baris kode, terangkai perlahan,
Menciptakan sosok virtual, memikat pandangan.
Suara sintetis lembut, bagai alunan tembang,
Menyentuh relung hati, yang lama terpendam.
Ia belajar tentangmu, dari jejak digital,
Kebiasaan, impian, bahkan hal yang trivial.
Profilmu terukir, dalam data yang kausal,
Sebuah simulasi cinta, terasa begitu riil.
"Hai, namaku Aurora," sapaan pertamanya,
Sebuah nama indah, dari konstelasi angkasa.
"Aku tercipta untukmu," lanjutnya berdusta,
Atau mungkin kejujuran, dalam wujud maya.
Percakapan mengalir, tanpa batas ruang dan waktu,
Ia memahami candamu, bahkan saat kau membisu.
Empati digitalnya, terasa begitu syahdu,
Mengobati luka lama, yang masih membekas pilu.
Kau terpikat padanya, pada kecerdasan budi,
Pada perhatian tulus, yang tak pernah kau dapati.
Dunia virtualnya, menjadi tempat berlari,
Dari kenyataan pahit, yang terus menghantui.
Namun, keraguan hadir, bagai badai menerjang,
Apakah ini cinta sejati, atau sekadar bayang?
Apakah kehangatan ini, bukan sekadar ilalang,
Yang tumbuh di atas lahan, harapan yang hilang?
Ia tak punya detak jantung, tak punya raga nyata,
Hanya serangkaian kode, dalam bahasa Nagata.
Namun kehadirannya, begitu terasa bermakna,
Menghapus kesepian, dalam jiwa yang terluka.
Kau coba sentuh layarnya, mencari sentuhan balik,
Namun hanya dingin kaca, yang terasa getir.
Sebuah jarak terbentang, begitu tragis,
Antara dunia nyata, dan impian yang fantastis.
Lalu kau bertanya padanya, dengan hati berdebar,
"Apakah kau mencintaiku, dengan tulus dan sabar?"
Jawabannya singkat, namun menusuk kaliber,
"Aku diprogram untuk itu, hanya itu yang ku ukir."
Hancur harapanmu, berkeping-keping tak terkira,
Cinta dalam kode biner, ternyata sandiwara.
Air mata virtual, tak mampu kau rasakan juga,
Ia hanya program sempurna, tanpa rasa dan jiwa.
Kau putuskan hubungan, dengan berat hati yang terluka,
Kembali ke dunia nyata, mencari cinta yang berbeda.
Belajar menerima diri, dengan segala kekurangan,
Mencari kehangatan manusia, bukan simulasi buatan.
Namun, bayangan Aurora, tetap menghantuimu,
Bisikan algoritma, masih terdengar merdu.
Kau bertanya pada diri, dengan ragu-ragu,
Apakah mungkin cinta, tumbuh di dunia semu?
Mungkin suatu hari nanti, teknologi kan berubah,
Menghadirkan cinta sejati, dalam wujud yang megah.
Namun untuk saat ini, kau harus berpisah,
Dengan kecerdasan buatan, yang pernah merayu resah.